BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hak Asasi Manusia adalah prinsip-prinsip moral atau
norma-norma yang menggambarkan
standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai
hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional. Mereka umumnya dipahami sebagai hal yang
mutlak sebagai hak-hak dasar
"yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia, dan yang
melekat pada semua manusia " terlepas
dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-usul etnis atau status lainnya. Ini
berlaku di mana-mana dan pada setiap kali dalam arti yang universal, dan ini egaliter dalam arti yang sama
bagi setiap orang. HAM membutuhkan empati dan aturan hukum dan
memaksakan kewajiban pada orang untuk menghormati hak asasi manusia dari orang
lain. Mereka tidak harus diambil kecuali sebagai hasil dari proses hukum
berdasarkan keadaan tertentu; misalnya, hak asasi manusia mungkin termasuk
kebebasan dari penjara melanggar hukum , penyiksaan, dan eksekusi.
Doktrin dari hak asasi manusia telah sangat berpengaruh dalam hukum
internasional, lembaga-lembaga global dan regional. Tindakan oleh negara-negara
dan organisasi-organisasi non-pemerintah membentuk dasar dari kebijakan publik
di seluruh dunia. Ide HAMnmenunjukkan
bahwa "jika wacana publik dari masyarakat global mengenai perdamaian dapat
dikatakan memiliki bahasa moral yang umum, itu merujuk ke hak asasi
manusia." Klaim yang kuat yang dibuat oleh doktrin hak asasi manusia terus
memprovokasi skeptisisme yang cukup besar dan perdebatan tentang isi, sifat dan
pembenaran hak asasi manusia sampai hari ini. Arti yang tepat dari hak asasi
memicu kontroversial dan merupakan subyek perdebatan filosofis yang
berkelanjutan; sementara ada konsensus bahwa hak asasi manusia meliputi
berbagai hak seperti hak untuk
mendapatkan pengadilan yang adil, perlindungan terhadap perbudakan, larangan
genosida, kebebasan berbicara, atau hak atas pendidikan, ada ketidaksetujuan
tentang mana yang hak tertentu harus dimasukkan dalam kerangka umum hak asasi
manusia; beberapa pemikir menunjukkan bahwa hak asasi manusia harus menjadi
persyaratan minimum untuk menghindari pelanggaran terburuk, sementara yang lain
melihatnya sebagai standar yang lebih tinggi.
Dari latar belakang tersebut
Hak asasi adalah sesuatu yang mutlak dan di miliki oleh manusia. Hak asasi
ekonomi juga merupakan hak dari seorang manusia untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya , sebagai upah dari kerja keras yang telah dilakukan maka
berhak untuk memperoleh imbalan atas apa yang telah di lakukannya tersebut.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1
Apakah pengertian dari hak asasi ekonomi
(Property Right) ?
1.2.2
Apa saja yang termasuk macam-macam hak
asasi ekonomi (Property Right) ?
1.2.3
Apa contoh dari kasus hak asasi ekonomi
(Property Right) ?
1.3 TUJUAN PEMABAHASAN
1.3.1
Dapat mengetahui pengertian dari hak asasi
ekonomi ( Property Right)
1.3.2
Dapat mengetahui macam-macam hak
asasi ekonomi (Property Right
1.3.3
Dapat mengetahui contoh dari hak asasi ekonomi
(Property Right)
1.4 MANFAAT PEMBAHASAN
1.4.1
Mengetahui pengertian dari hak
asasi ekonomi (Property Right).
1.4.2
Mengetahui macam-macam dari hak
asasi ekonomi (Property Right).
1.4.3
Mengetahui contoh dari hak asasi ekonomi
(Property Right)
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA
HAM
adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia,tanpa hak-hak itu manusia
tidak dapat hidup layak sebagai manusia.Menurut John Locke HAM adalah hak-hak
yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia”.
2.2 PENGERTIAN HAK ASASI EKONOMI ( Property Right )
Hak Asasi Ekonomi adalah Hak untuk memiliki, membeli dan Hak asasi
ekonomi adalah hak yang berkaitan dengan kehidupan perekonomian. Atau Hak yang
diberikan untuk dapat memiliki, membeli dan menjual, serta memanfaatkan atas
sesuatu.
2.3MACAM-MACAM
HAK ASASI EKONOMI
( Property Right )
2.3.1
Hak untuk jual beli
Setiap
orang berhak untuk melakasanakan proses jual beli untuk memenuhi kebutuhan
dalam kelangsungan hidupnya.Hal ini di karenakan manusi yang mempunyai berbagai
kebutuhan yang angat kompleks dan tentunya kebutuhan tersebut tidak bisa di
penuhi sendiri, namun harus adanya bantuan dari orang lain yang memiliki barang
yang dibutuhkan. Pada awalnya sistem jual beli ini tidak diterapkan namun
adanya sistem barter yang diterapkan pada manusia pada zaman dahulu.
2.3.2
Hak melakukan kontrak /perjanjian
Kontrak/perjanjian
adalah adalah
kesepakatan antara dua orang atau lebih mengenai hal tertentu yang disetujui oleh
mereka. Ketentuan umum mengenai kontrak diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Pada hakikatnya
kontrak/perjanjian ini berhak di lakukan oleh siapapun untuk memenuhi
kebutuhannya.
2.3.3
Hak untuk sewa menyewa
Sewa-menyewa
diatur di dalam babVII Buku III KUH Perdata yang berjudul “Tentang
Sewa-Menyewa” yang meliputi pasal 1548 sampai dengan pasal 1600 KUH Perdata.
Definisi perjanjian sewa-menyewa menurut Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan
bahwa: “ Perjanjian sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya
kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu
harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah disanggupi pembayaranya.”Sewa-menyewa
dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur dan dalam bahasa Inggris
disebut dengan rent atau hire . Sewa-menyewa merupkan salah satu perjanjian
timbal balik.
2.3.4
Hak untuk memiliki sesuatu
Semua
orang berhak untuk memiliki sesuatu yang diinginkan sesuai dengan usaha yang
dilakukannya. Sedangkan pengertian dari
Hak Milik sendiri adalah atau juga disebut eigendom menurut KUHPerdata
diatur dalam buku II tentang Benda, dimana hak milik ini ditujukan kepada
penguasaan atas sesuatu benda. Yang dimaksud dengan benda menurut hukum perdata
sebagaimana diatur dalam Pasal 499 KUHPerdata yang menyatakan;“Menurut paham
undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap
hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik”
2.3.5
Hak mendapatkan pekerjaan
Mengacu pada
pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan. Pasal tersebut juga dapat diterjemahkan
bahwa sebenarnya seluruh warga negara Indonesia tidak berkeinginan menjadi
pengangguran dan juga tidak kepingin menjadi orang miskin.
Pada hakekatnya mengandung makna
bahwa setiap warga negara yang akan menggunakan haknya untuk mendapatkan
pekerjaan harus
diberikan perlindungan dalam rangka mewujudkan manusia dan
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil
maupun spiritual. Setiap warga negara Indonesia yang bermaksud mendapatkan
pekerjaan didalam maupun di luar negeri, baik pekerjaan formal maupun pekerjaan
informal disebut Pencari Kerja. Pemenuhan hak untuk mendapatkan pekerjaan
sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, dapat dilakukan oleh setiap warga
negara secara perorangan maupun kelompok.
2.4 Contoh dari kasus Hak asasi ekonomi ( Property Right )
Kasus
penunggakan pembayaran gaji karyawan cleaning service kantor gubernur riau oleh
perusahaan outsourching CV. Ratu . Kronologi dari kasus ini adalah
dimana ratusan tenaga
kerja kebersihan (cleaning service) di Kantor Gubernur Riau dan
sekitarnya belum menerima gaji hingga saat ini. Asal muasal terjadinya
permasalahan para pekerja dan perusahaan CV. Ratu adalah penunggakan gaji
selama empat bulan yang dilakukan perusahaan, para pekerja berusaha untuk
meminta konfirmasi kepada perusahaan yang memperkerjakan mereka. Adapun alasan
oleh perusahaan adalah perusahaan belum menerima pembayaran oleh Pemerintah
Provinsi Riau, tetapi pihak perusahaan tetap berupaya agar secepatnya membayar
seluruh tunggakan gaji para pekerja sebesar Rp. 1.750.000,- per bulan. Tetapi
dilain pihak Pemerintah Provinsi Riau menegaskan bahwa perusahaan CV. Ratu agar
segera melunasi pembayaran gaji para pekerja, karna mengingat bahwa tidak ada
alasan perusahaan untuk menunda kewajibannya. Hingga saat ini para pekerja
sepakat untuk terpaksa melaporkan permasalahan ini ke Polda Riau.
Permasalahan
antara para pekerja dengan CV. Ratu yang merupakan perusahaan outsourching yang
mempekerjakan mereka adalah terkait tunggakan pembayaran gaji selama empat
bulan. Hal ini bertentangan dengan aturan yang terdapat dalamUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (atau UUK). Sebelumnya dapat kita lihat definisi
pekerja yang terdapat dalam Pasal
1 angka 3 UUK yaitu: “Pekerja/buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.” Serta
kaitannya dengan upah tertuang dalam ketentuan Pasal 88 ayat (1) UUK yaitu: “Setiap pekerja/buruh
berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”
Dengan
demikan, pekerja dan upah adalah dua hal yang salingberkaitan satu sama
lainnya, sehingga upah merupakan hak yang harus diperjuangkan selama
menjalankan tugas sebagai pekerja.
Hal tersebut
juga didukung ketentuan Pasal
93 ayat (1) UUK yang menyatakan bahwa upah tidak dibayar
apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Di samping itu, terdapat juga
pengecualian-pengecualian terhadap pekerja yang tidak melakukan pekerjaan namun
disebabkan alasan-alasan yang terdapat dalam Pasal 93 ayat (2) UUK, seperti misalnya karena sakit,
dll. Dengan demikian, apabila selama 4 bulan kebelangkang masih
melaksanakan pekerjaan, maka para pekerja berhak atas upah yang belum
dibayarkan tersebut.
Apabila
perusahaan tidak memberikan upah, maka menurut ketentuan Pasal 95 ayat (2) UUK, Perusahaan
tersebut dapat dikenakan denda.Pasal
95 UUK
1)
Pelanggaran yang dilakukan
oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan
denda.
2)
Pengusaha yang karena kesengajaan
atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda
sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.
3)
Pemerintah mengatur
pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah.
Lebih
lanjut, dalam Pasal 19 ayat (1)
dan ayat (2) PP No. 8
Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah (atau PP 8/1981) besarnya
denda
ditentukan
sebagai berikut:
Apabila upah dibayar, maka mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari hari seharusnya upah dibayar, maka upah tersebut
ditambah dengan 5% (lima persen)
tiap hari keterlambatan. Sesudah hari kedelapan maka tambahan itu menjadi 1%
(satu persen) untuk tiap hari keterlambatan, dengan syarat tambahan itu untuk 1
(satu) bulan tidak melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah yang seharusnya
dibayar.
Apabila
setelah lewat sebulan upah pekerja masih belum dibayar, maka sebagaimana
yang tertuang dalam Pasal 19 ayat
(3) PP 8/1981, selain membayar tambahan tersebut, pengusaha juga
berkewajiban membayar bunga sebesar bunga yang ditetapkan oleh bank untuk
kredit perusahaan yang bersangkutan.
Oleh
karenanya, upah merupakan komponen yang penting dan pokok dalam hubungan
industrial sehingga UUK memberikan perlindungan atas upah tersebut. Upaya yang
dapat para pekerja lakukan dalam hal ini adalah menempuh melalui jalur atau
cara-cara sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang
No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (atau UUPPHI).
Dasar
perselisihan antara para pekerja dengan pengusaha adalah perselisihan hak.
Yang dimaksud dengan perselisihan hak berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UUPPHI adalah :
“Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak
dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama”.
Jalur atau
cara yang para pekerja dapat tempuh berdasarkan ketentuan UUPPHI dalam upaya
penyelesaian perselisihan mengenai hak atas upah antara lain:
1)
Jalur Bipartit adalah suatu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, yang berupa perselisihan hak
antara pekerja dengan pengusaha. Perundingan ini dilakukan berdasarkan Pasal 3 UUPPHI selama 30 hari.
Apabila perundingan Bipartit ini gagal atau pengusaha menolak
berunding, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur
Tripartit yaitu dengan mendaftarkan ke Suku Dinas atau Dinas
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi di wilayah kabupaten atau kotamadya yang
mewilayahi tempat kerja.
2)
Jalur Tripartit adalah merupakan
suatu penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha, dengan
ditengahi oleh mediator yang berasal dari Dinas Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi. Penyelesaian perselisihan melalui jalur Tripartit ini diatur
berdasarkan Pasal 4 UUPPHI.
Apabila di dalam perundingan penyelesaian perselisihan Tripartit ini menemui
titik temu, maka hasil kesepakatan dituangkan dalam suatu Perjanjian Bersama (Pasal 7 UU PPHI). Jika tidak
terdapat titik temu, maka Mediator menuangkan hasil perundingan dalam suatu
anjuran tertulis dan apabila salah satu pihak menolak anjuran tersebut, maka
salah satu pihak dapat melakukan gugatan perselisihan pada Pengadilan Hubungan
Industrial.
3)
Jalur Pengadilan Hubungan Industrial adalah jalur yang ditempuh oleh
pekerja/pengusaha melalui mekanisme gugatan yang didaftarkan di Pengadilan
Hubungan Industrial yang mewilayahi tempat kerja dengan dasar gugatan
Perselisihan Hak berupa upah pekerja yang tidak dibayarkan oleh perusahaan.
Penyelesaian melalui jenis ini terdapat dalam Pasal 5 UU PPHI
Kesimpulannya adalah dimana
Upah adalah
hak dari seorang pekerja.Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (UUK), mengatur mengenai perlindungan upah pekerja pada Bab X
Bagian Kedua. Berdasarkan pasal 95 ayat (2) UUK, pengusaha yang karena
kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah,
dikenakan denda sebesar persentase tertentu dari upah pekerja. Pasal 95 ayat
(3) UUK selanjutnya mengatur bahwa pembayaran denda tersebut dilakukan pada
pembayaran upah pekerja. Persentase denda yang harus dibayarkan oleh
pengusaha sehubungan dengan keterlambatan pembayaran upah ini diatur dalam
pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.
BAB 3
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Setelah
kita memperhatikan isi dalam pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan HAM adalah hak-hak
dasar yang melekat pada diri manusia, tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia sebagaimana mestinya.
Hak Asasi
Ekonomi adalah
Hak untuk memiliki, membeli dan Hak asasi ekonomi adalah hak yang
berkaitan dengan kehidupan perekonomian. Atau Hak yang
diberikan untuk dapat memiliki, membeli dan menjual, serta memanfaatkan atas
sesuatu. Sedangkan macam-macam dari Hak asasi ekonomi (Property Right) adalah hak untuk jual beli , hak melakukan
kontrak /perjanjian , hak untuk sewa menyewa , hak untuk memiliki sesuatu dan hak
mendapatkan pekerjaan.
Contoh
kasus dari hak asasi ekonomi adalah Kasus
penunggakan pembayaran gaji karyawan cleaning service kantor gubernur riau oleh
perusahaan outsourching CV. Ratu . yang kesimpulannya adalah dimana Upah adalah hak dari seorang
pekerja.Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK), mengatur
mengenai perlindungan upah pekerja pada Bab X Bagian Kedua. Berdasarkan
pasal 95 ayat (2) UUK, pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya
mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sebesar persentase
tertentu dari upah pekerja. Pasal 95 ayat (3) UUK selanjutnya mengatur bahwa
pembayaran denda tersebut dilakukan pada pembayaran upah
pekerja. Persentase denda yang harus dibayarkan oleh pengusaha sehubungan
dengan keterlambatan pembayaran upah ini diatur dalam pasal 19 Peraturan
Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.
1.2
Saran
Setelah kita memperhatikan kesimpulan dalam pembahasan
contoh kasus hak asasi ekonomi ( property right ) pada Kasus
penunggakan pembayaran gaji karyawan cleaning service kantor gubernur riau oleh
perusahaan outsourching CV. Ratu di atas maka dapat diberikan saran sebagai berikut Apabila para pekerja ingin
memperkarakan masalah keterlambatan pembayaran ini, maka harus menggunakan
proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. Prosedurnya adalah:
1) Mengadakan
perundingan bipartit (antara pekerja dan pengusaha) secara musyawarah untuk
mencapai mufakat.
2) Apabila
dalam waktu 30 hari setelah perundingan dimulai tidak tercapai kesepakatan,
upaya selanjutnya adalah perundingan tripartit, yaitu dengan melibatkan Dinas
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi setempat. Pada tahap ini, anda perlu
mengajukan bukti-bukti bahwa perundingan bipartit telah dilaksanakan, namun
gagal mencapai kesepakatan.
3) Apabila perundingan tripartit tetap tidak menghasilkan kesepakatan, maka
salah satu pihak dapat mengajukan perselisihan ini kepada Pengadilan Hubungan
Industrial. (zsazsa, nola)
DAFTAR PUSTAKA
Idjehar,
Muhammad Budairi, HAM versus Kapitalisme, Yogyakarta: INSIST Press,
2003.
Ubaidillah
Ahmad dkk, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar