Jumat, 17 Juni 2016

ISLAM DAN ANTI KORUPSI

1.1.   PENGERTIAN KORUPSI
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
Ø  perbuatan melawan hukum,
Ø  penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
Ø  memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
Ø  merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah:
  • memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
  • penggelapan dalam jabatan,
  • pemerasan dalam jabatan,
  • ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
  • menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.






1.2.      FAKTOR PENYEBAB KORUPSI
Faktor-faktor yang menyebabkan korupsi :
·         Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
·         Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah.
·         Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
·         Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
·         Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
·         Lemahnya ketertiban hukum.
·         Lemahnya profesi hukum.
·         Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
·         Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
·         Rakyat yang tidak peduli, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
·         Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".

1.3.  BENTUK-BENTUK KORUPSI
Bentuk Bentuk Korupsi adalah sebagai berikut :
1.      Penyuapan (bribery) merupakan sebuah perbuatan kriminal yang melibatkan sejumlah pemberian kepada seseorang dengan maksud agar penerima pemberian tersebut mengubah perilaku sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan tugas dan tanggungjawabnya. Sesuatu yang diberikan sebagai suap tidak harus berupa uang, tapi bisa berupa barang berharga, rujukan, hak-hak istimewa, keuntungan ataupun janji yang dapat dipakai untuk membujuk atau mempengaruhi tindakan, suara, atau pengaruh seseorang dalam sebuah jabatan publik.
2.      Penggelapan (embezzlement ) merupakan suatu bentuk korupsi yang melibatkan pencurian uang, properti, atau barang berharga oleh seseorang yang diberi amanat untuk menjaga dan mengurus uang, properti atau barang berharga tersebut.   
3.      Pemerasan (extortion) bentuk korupsi ini mengandung arti penggunaan ancaman kekerasan atau penampilan informasi yang menghancurkan guna membujuk seseorang agar mau bekerjasama. Dalam hal ini, pemangku jabatan dapat menjadi pemeras atau korban pemerasan.


4.      Penyalahgunaan / Penyelewengan ( misappropriation) ini dapat terjadi bila pengendalian administrasi (check and balances) dan pemeriksaan serta supervisi transaksi keuangan tidak berjalan dengan baik.contoh dari korupsi jenis ini adalah pemalsuan catatan, klasifikasi barang yang salah, serta kecurangan (fraud).
5.      Perlindungan (patronage) perlindungan dilakukan termasuk dalam hal pemilihan, mutasi, atau promosi staf berdasarkan suku, kinship, dan hubungan sosial lainnya tanpa mempertimbangkan prestasi dan kemampuan dari seseorang tersebut.

1.4.         DAMPAK KORUPSI
Dampak korupsi dari berbagai bidang , yakni :
1.      Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2.      Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi pada masa depan.
3.     Kesejahteraan umum Negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.


1.5.   CARA PEMBERANTASAN KORUPSI
1.5.1.     Beberapa cara yang perlu dilakukan dalam memberantas korupsi :
1.      Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hukum dan korupsi dengan cara sosialisasi anti korupsi di gencarkan melalui media masa yang wajib menayangkan tentang anti korupsi.
2.      Membersihkan aparatur hukum dari KKN dan menegakan hukum tanpa tebang pilih
3.      Ketegasan Hukum , hukum harus diberlakukan tanpa pandang bulu, kalau salah harus tetap diproses menurut hukum yang berlaku.
4.      Memperbanyak Kotak-kotak pengaduan di tempat-tempat umum dan kpk harus menindak lanjuti.
5.      Meningkatkan keimanan dan pendidikan budi pekerti supaya masyarakat sadar mana yang benar dan mana yang salah.

1.5.2.     Beberapa langkah Preventif untuk memberantas korupsi :
1.      Memilih pemimpin yang amanah. Langkah seperti ini memang bersifat moralis dan filosofis. Karena pada Implementasinya dengan lelang jabatan. Namun pada hakikatnya dapat dilakukan juga jika proses itu melalui seleksi secara transparan, tanpa gratifikasi. Tanpa sogok sana dan sogok sini, dan yang lebih penting lagi dilaksanakan secara transparan dan akuntabel, terutama tentang syarat dan kriteria, serta hasil seleksi tersebut. Persyaratan dan kriterianya harus transparan, dan hasil penilaiannya diumumkan secara terbuka. 
2.      Mengoptimalkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Mekanisme ini sebenarnya sudah dilaksanakan di negeri ini. PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) belum dapat berjalan cepat. Sebagai contoh, hingga saat ini PPATK masih menunggu pelaporan rekening para caleg, karena masih harus menunggu laporan melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pelaporan ini berdasarkan kesepakatan antara PPATK dan KPU untuk menjaga pemilu bersih dari transaksi-transaksi gelap yang digunakan untuk dana kampanye. Optimalisasi LHKPN melalui PPATK sangat strategis, dan bersifat preventif. Jika berdasarkan laporan tersebut harta penyelenggara negara sudah melebihi angka normal, maka LHKPN tersebut sudah harus diumumkan dan ditindaklanjuti dari mana uang sebanyak itu. Jangan sampai menunggu pejabat tersebut melakukan korupsi yang lebih besar lagi.
3.      Mengumumkan anggaran secara terbuka. Untuk mendukung gerakan transparansi nasional tersebut, setiap awal tahun anggaran, semua satuan kerja atau pengguna anggaran berkewajiban untuk mengumumkan kepada masyarakat tentang program kegiatannya di media massa, atau dipampang di papan pengumuman di depan kantor. Dengan tranparansi ini, masyarakat akan mengatahui uang rakyat tersebut digunakan untuk apa saja, dan dengan cara apa (konraktual ataukah swakelola). Kalau di satuan pendidikan sekolah, dalam rangka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) kepala sekolah diminta untuk memajang RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) di papan pengumuman sekolah, mengapa tidak di institusi yang lebih tinggi, seperti kementerian dan institusi lain pengguna anggaran.
4.      Melibatan komponen masyarakat dalam perencanaan. Bahkan sebelum RKAKL turun ke kementerian dan institusi jajarannya, anggaran tersebut memang disusun oleh Pemerintah dan DPR atau yang sering kita sebut sebagai Banggar, terkait dengan tahap perencanaan anggaran. Proses penyusunan anggaran harus lebih terbuka lagi. Selain DPR, sebagai wakil rakyat secara formal, perlu dilibatkan wakil rakyat secara informal, misalnya organisasi massa yang ada di tingkat pusat sebagai mitra kementerian, seperti Dewan Pendidikan Nasional (DPN) sebagai mitra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Demikian juga komponen masyarakat sebagai mitra Kementerian lain.
1.6.   PANDANGAN ISLAM TERHADAP KORUPSI
  Dari ‘Adiy bin ‘Amirah Al Kindi Radhiyallahu 'anhu berkata : Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
 







“Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu, harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”. (‘Adiy) berkata : Maka ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seolah-olah aku melihatnya, lalu dia berkata,"Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku yang engkau tugaskan." Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya,"Ada apa gerangan?” Dia menjawab,"Aku mendengar engkau berkata demikian dan demikian (maksudnya perkataan di atas, Pen.)." Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata,"Aku katakan sekarang, (bahwa) barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.

1.6.1.      TAKHRIJ HADITS
1.      Hadits ini dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam kitab al Imarah, bab ( Tahrim Hadaya al ‘Ummal, hadits no. 3415. )
2.      Abu Dawud dalam Sunan-nya dalam kitab al Aqdhiyah, bab Fi Hadaya al ‘Ummal,hadits no. 3110.
3.      Imam Ahmad dalam Musnad-nya, 17264 dan 17270, dari jalur Isma’il bin Abu Khalid, dari Qais bin Abu Hazim, dari Sahabat ‘Adiy bin ‘Amirah al Kindi Radhiyallahu 'anhu di atas. Adapun lafadz hadits di atas dibawakan oleh Muslim.











1.6.2.      SYARAH HADITS
                     Hadits di atas intinya berisi larangan berbuat ghulul (korupsi), yaitu mengambil harta di luar hak yang telah ditetapkan, tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya. Seperti ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :


Artinya : "Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami
             tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu
                 adalah harta ghulul (korupsi)".

                Asy Syaukani menjelaskan, dalam hadits ini terdapat dalil tidak halalnya (haram) bagi pekerja (petugas) mengambil tambahan di luar imbalan (upah) yang telah ditetapkan oleh orang yang menugaskannya, dan apa yang diambilnya di luar itu adalah ghulul (korupsi).Dalam hadits tersebut maupun di atas, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan secara global bentuk pekerjaan atau tugas yang dimaksud. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa peluang melakukan korupsi (ghulul) itu ada dalam setiap pekerjaan dan tugas, terutama pekerjaan dan tugas yang menghasilkan harta atau yang berurusan dengannya. Misalnya, tugas mengumpulkan zakat harta, yang bisa jadi bila petugas tersebut tidak jujur, dia dapat menyembunyikan sebagian yang telah dikumpulkan dari harta zakat tersebut, dan tidak menyerahkan kepada pimpinan yang menugaskannya.

1.6.3.      MAKNA HADITS
                Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan peringatan atau ancaman kepada orang yang ditugaskan untuk menangani suatu pekerjaan (urusan), lalu ia mengambil sesuatu dari hasil pekerjaannya tersebut secara diam-diam tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya, di luar hak yang telah ditetapkan untuknya, meskipun hanya sebatang jarum. Maka, apa yang dia ambil dengan cara tidak benar tersebut akan menjadi belenggu, yang akan dia pikul pada hari Kiamat. Yang dia lakukan ini merupakan khianat (korupsi) terhadap amanah yang diembannya. Dia akan dimintai pertanggungjawabnya nanti pada hari Kiamat.Ketika kata-kata ancaman tersebut didengar oleh salah seorang dari kaum Anshar, yang orang ini merupakan satu di antara para petugas yang ditunjuk oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta merta dia merasa takut. Dia meminta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melepaskan jabatannya. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan, agar setiap orang yang diberi tugas dengan suatu pekerjaan, hendaknya membawa hasil dari pekerjaannya secara keseluruhan, sedikit maupun banyak kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian mengenai pembagiannya, akan dilakukan sendiri oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa yang diberikan, berarti boleh mereka ambil. Sedangkan yang ditahan oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mereka tidak boleh mengambilnya.

1.6.4.      HUKUM SYARI’AT TENTANG KORUPSI
  Sangat jelas, perbuatan korupsi dilarang oleh syari’at, baik dalam Kitabullah (al Qur`an) maupun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih.
Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

          


Artinya : "Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta
              rampasan perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan
                  rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan dating
                  membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali Imran: 161].

              Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi Allah terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.Menurut penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ayat ini diturunkan pada saat (setelah) perang Badar, orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil rampasan perang. Lalu sebagian mereka, yakni kaum munafik mengatakan, bahwa mungkin Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengambilnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat ini untuk menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terbebas dari tuduhan tersebut.Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu.Mengenai besarnya dosa perbuatan ini, dapat kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam ayat di atas, yaitu ketika Allah mengatakan : “Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …”
Ibnu Katsir mengatakan,"Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras.”






              Selain itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana dalam firmanNya :



Artinya : "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di
                 antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu                                       membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
                 memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan
                 berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" [al Baqarah/2:188]

Juga firmanNya :



Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
                harta sesamamu dengan jalan yang batil…" [an Nisaa`/4 : 29].

              Adapun larangan berbuat ghulul (korupsi) yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka hadits-hadits yang menunjukkan larangan ini sangat banyak, di antaranya hadits dari ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu dan hadits Buraidah Radhiyallahu 'anhu di atas.

1.6.5.      PINTU-PINTU KORUPSI
              Peluang melakukan korupsi ada di setiap tempat, pekerjaan ataupun tugas, terutama yang diistilahkan dengan tempat-tempat “basah”. Untuk itu, setiap muslim harus selalu berhati-hati, manakala mendapatkan tugas-tugas. Dengan mengetahui pintu-pintu ini, semoga kita selalu waspada dan tidak tergoda, sehingga nantinya mampu menjaga amanah yang menjadi tanggung jawab kita.












 Berikut adalah di antara pintu-pintu korupsi.
1.      Saat pengumpulan harta rampasan perang, sebelum harta tersebut dibagikan.Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan :








Artinya : "Ada seorang nabi berperang, lalu ia berkata kepada
                kaumnya : "Tidak boleh mengikutiku (berperang) seorang
                yang telah menikahi wanita, sementara ia ingin
               menggaulinya, dan ia belum melakukannya; tidak pula
               seseorang yang yang telah membangun rumah, sementara ia                       belum memasang atapnya; tidak pula seseorang yang telah
               membeli kambing atau unta betina yang sedang bunting,
               sementara ia menunggu (mengharapkan) peranakannya".

              Lalu nabi itu pun berperang dan ketika sudah dekat negeri (yang akan diperangi) tiba atau hampir tiba shalat Ashar, ia berkata kepada matahari : "Sesungguhnya kamu diperintah, dan aku pun diperintah. Ya Allah, tahanlah matahari ini untuk kami," maka tertahanlah matahari itu hingga Allah membukakan kemenangan baginya. Lalu ia mengumpulkan harta rampasan perang. Kemudian datang api untuk melahapnya, tetapi api tersebut tidak dapat melahapnya.
              Dia (nabi itu) pun berseru (kepada kaumnya): "Sesungguhnya di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul (mengambil harta rampasan perang secara diam-diam). Maka, hendaklah ada satu orang dari setiap kabilah bersumpah (berbai’at) kepadaku," kemudian ada tangan seseorang menempel ke tangannya (berbai’at kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata,"Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul, maka hendaknya kabilahmu bersumpah (berbai’at) kepadaku," kemudian ada tangan dari dua atau tiga orang menempel ke tangannya (berbai’at kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata,"Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul," maka mereka datang membawa emas sebesar kepala sapi, kemudian mereka meletakkannya, lalu datanglah api dan melahapnya. Kemudian Allah menghalalkan harta rampasan perang bagi kita (karena) Allah melihat kelemahan kita.

2.      Ketika pengumpulan zakat maal (harta).Seseorang yang diberi tugas mengumpulkan zakat maal oleh seorang pemimpin negeri, jika tidak jujur, sangat mungkin ia mengambil sesuatu dari hasil (zakat maal) yang telah dikumpulkannya, dan tidak menyerahkannya kepada pemimpin yang menugaskannya. Atau dia mengaku yang dia ambil adalah sesuatu yang dihadiahkan kepadanya. Peristiwa semacam ini pernah terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau memperingatkan dengan keras kepada petugas yang mendapat amanah mengumpulkan zakat maal tersebut dengan mengatakan :




Artinya : "Tidakkah kamu duduk saja di rumah bapak-ibumu, lalu
                lihatlah, apakah kamu akan diberi hadiah (oleh orang lain)
                atau tidak?"
 
Kemudian pada malam harinya selepas shalat Isya’ Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berceramah (untuk memperingatkan perbuatan ghulul kepada khalayak). Di antara isi penjelasan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan :




Artinya : "(Maka) Demi (Allah), yang jiwa Muhammad berada di
                tanganNya. Tidaklah seseorang dari kalian mengambil
               (mengkorupsi) sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan
               dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya.
               Jika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara.
               Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun)
               bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka
              (kambing itu pun) bersuara …"

3.      Hadiah untuk petugas, dengan tanpa sepengetahuan dan izin pemimpin atau yang menugaskannya.
Dalam hal ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :


Artinya : "Hadiah untuk para petugas adalah ghulul".


Setiap tugas apapun, terutama yang berurusan dengan harta, seperti seorang yang mendapat amanah memegang perbendaharaan negara, penjaga baitul maal atau yang lainnya, terdapat peluang bagi seseorang yang berniat buruk untuk melakukan ghulul (korupsi), padahal dia sudah memperoleh upah yang telah ditetapkan untuknya. Telah disebutkan dalam hadits yang telah lalu, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya : Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi).

1.6.6.      BAHAYA BUATAN GHULUL (KORUPSI)
                Tidaklah Allah melarang sesuatu, melainkan di balik itu terkandung keburukan dan mudharat (bahaya) bagi pelakunya. Begitu pula dengan perbuatan korupsi (ghulul), tidak luput dari keburukan dan mudharat tersebut.
Diantaranya :
1)      Pelaku ghulul (korupsi) akan dibelenggu, atau ia akan membawa hasil korupsinya pada hari Kiamat, sebagaimana ditunjukkan dalam ayat ke-161 surat Ali Imran dan hadits ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu di atas. Dan dalam hadits Abu Humaid as Sa’idi Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :



Artinya : "Demi (Allah), yang jiwaku berada di tanganNya. Tidaklah
                seseorang mengambil sesuatu daripadanya (harta zakat),
                melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di
                lehernya. Jjika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu)
                bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu
                pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing,
                maka (kambing itu pun) bersuara …”

2)      Perbuatan korupsi menjadi penyebab kehinaan dan siksa api neraka pada hari Kiamat.Dalam hadits Ubadah bin ash Shamit Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :


Artinya" : ….(karena) sesungguhnya ghulul (korupsi) itu adalah
                kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya".



3)      Orang yang mati dalam keadaan membawa harta ghulul (korupsi), ia tidak mendapat jaminan atau terhalang masuk surga. Hal itu dapat dipahami dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :


Artinya : "Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya (mati) dalam
                keadaan terbebas dari tiga perkara, maka ia (dijamin) masuk
                surga. Yaitu kesombongan, ghulul (korupsi) dan hutang".

4)      Allah tidak menerima shadaqah seseorang dari harta ghulul (korupsi), sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :



Artinya : "Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan shadaqah tidak
                diterima dari harta ghulul (korupsi)".

5)      Harta hasil korupsi adalah haram, sehingga ia menjadi salah satu penyebab yang dapat menghalangi terkabulnya do’a, sebagaimana dipahami dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :





Artinya : "Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima
                kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan
                orang-orang yang beriman dengan apa yang Allah perintahkan
                kepada para rasul. Allah berfirman,"Wahai para rasul,
                makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih.
                Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian
                kerjakan". Dia (Allah) juga berfirman: "Wahai orang-orang
                yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami
                rizkikan kepada kamu," kemudian beliau (Rasulullah)
                Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan seseorang yang
                lama bersafar, berpakaian kusut dan berdebu. Dia
                menengadahkan tangannya ke langit (seraya berdo’a): "Ya
                Rabb…, ya Rabb…," tetapi makanannya haram, minumannya
                haram, pakaiannya haram dan dirinya dipenuhi dengan
                sesuatu yang haram. Maka, bagaimana do’anya akan
                dikabulkan?".


BAB 3
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Dari penjelasan pada pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut ini :
1.        Korupsi dalam pandangan hukum dan pandangan islam (ghulul) .
2.        Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya korupsi.
3.        Hadis yang menjelaskan pandangan islam terhadap korupsi
( ghulul ).
4.        Bahaya berbuat korupsi ( ghulul ) dalam islam.
5.        Hukum syari’at tentang korupsi ( ghulul ).

3.2    SARAN
Saran yang dapat di ambil dari pembahasan di atas adalah :
1.      Perbuatan korupsi ( Ghulul ) adalah perbuatan tercela dan di larang oleh allah S.W.T jadi tidak boleh dilakukan.
2.      Perbuatan korupsi ( Ghulul ) memiliki dampak yang sangat besar bagi pelaku maupun masyarakat jadi haruslahdi hindari.
3.      Perbuatan Korupsi ( Ghulul ) akan diberikan azab yag begitu besar oleh Allah S.W.T maka sebagai manusia kita harus senantiasa mendekatkan diri apada Allah S.W.T agar terhindar dari azab ghulul ini.

4.      Perbuatan korupsi ( Ghulul ) disebabkan oleh beberapa faktor yang dijelaskan secara hukum maupun islam.Haruslah kita paham hal-hal tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar