1.1.
PENGERTIAN
KORUPSI
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio
dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang
secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik
yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari
sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut :
Ø penyalahgunaan kewenangan,
kesempatan, atau sarana,
Ø memperkaya diri sendiri, orang lain,
atau korporasi, dan
Ø merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Jenis
tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah:
- memberi atau menerima hadiah
atau janji (penyuapan),
- penggelapan dalam jabatan,
- pemerasan dalam jabatan,
- ikut serta dalam pengadaan
(bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
- menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa
berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering
memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan
prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk
mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan
antara korupsi dan kejahatan.Tergantung dari negaranya atau
wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak.
Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak
legal di tempat lain.
1.2. FAKTOR PENYEBAB KORUPSI
Faktor-faktor yang menyebabkan korupsi :
·
Konsentrasi
kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada
rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
·
Kampanye-kampanye
politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang
normal.
·
Proyek
yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
·
Lingkungan
tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
·
Gaji
pegawai pemerintah yang sangat kecil.
·
Rakyat
yang tidak peduli, tidak
tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke
pemilihan umum.
·
Ketidakadaannya
kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan
kampanye".
1.3.
BENTUK-BENTUK KORUPSI
Bentuk Bentuk Korupsi adalah sebagai
berikut :
1.
Penyuapan
(bribery) merupakan sebuah perbuatan kriminal yang melibatkan
sejumlah pemberian kepada seseorang dengan maksud agar penerima pemberian
tersebut mengubah perilaku sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan tugas
dan tanggungjawabnya. Sesuatu yang diberikan sebagai suap tidak harus berupa
uang, tapi bisa berupa barang berharga, rujukan, hak-hak istimewa, keuntungan
ataupun janji yang dapat dipakai untuk membujuk atau mempengaruhi tindakan,
suara, atau pengaruh seseorang dalam sebuah jabatan publik.
2.
Penggelapan
(embezzlement ) merupakan suatu bentuk korupsi yang
melibatkan pencurian uang, properti, atau barang berharga oleh seseorang yang
diberi amanat untuk menjaga dan mengurus uang, properti atau barang berharga
tersebut.
3.
Pemerasan
(extortion) bentuk korupsi ini mengandung arti
penggunaan ancaman kekerasan atau penampilan informasi yang menghancurkan guna
membujuk seseorang agar mau bekerjasama. Dalam hal ini, pemangku jabatan dapat
menjadi pemeras atau korban pemerasan.
4.
Penyalahgunaan
/ Penyelewengan ( misappropriation) ini dapat terjadi bila pengendalian administrasi (check and
balances) dan pemeriksaan serta supervisi transaksi keuangan tidak berjalan
dengan baik.contoh dari korupsi jenis ini adalah pemalsuan catatan, klasifikasi
barang yang salah, serta kecurangan (fraud).
5.
Perlindungan (patronage)
perlindungan dilakukan termasuk dalam hal pemilihan,
mutasi, atau promosi staf berdasarkan suku, kinship, dan hubungan sosial
lainnya tanpa mempertimbangkan prestasi dan kemampuan dari seseorang tersebut.
1.4.
DAMPAK
KORUPSI
Dampak
korupsi dari berbagai bidang , yakni :
1.
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di
dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal.
Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan
perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan
menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan
ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis
kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi.
Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2.
Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi
juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi.
Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari
pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan
risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang
menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah
birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan
menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana
korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan
"lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi
dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang
tidak efisien.Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek
masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin
menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi,
yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi
pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan
lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan
infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran
pemerintah.Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor
keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan
sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya
diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada
diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator
Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta
sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi
infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970
sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi
dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan
(atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh
ekonomis Mancur
Olson). Dalam
kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga
kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama
yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk
menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi pada masa depan.
3.
Kesejahteraan
umum Negara
Korupsi
politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas.
Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun
merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).
Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan
kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu
mereka.
1.5.
CARA
PEMBERANTASAN KORUPSI
1.5.1.
Beberapa
cara yang perlu dilakukan dalam memberantas korupsi :
1. Meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang hukum dan korupsi dengan cara sosialisasi anti
korupsi di gencarkan melalui media masa yang wajib menayangkan tentang anti
korupsi.
2. Membersihkan
aparatur hukum dari KKN dan menegakan hukum tanpa tebang pilih
3. Ketegasan
Hukum , hukum harus diberlakukan tanpa pandang bulu, kalau salah harus tetap
diproses menurut hukum yang berlaku.
4. Memperbanyak
Kotak-kotak pengaduan di tempat-tempat umum dan kpk harus menindak lanjuti.
5. Meningkatkan
keimanan dan pendidikan budi pekerti supaya masyarakat sadar mana yang benar
dan mana yang salah.
1.5.2.
Beberapa
langkah Preventif untuk memberantas korupsi :
1.
Memilih pemimpin yang amanah.
Langkah seperti ini memang bersifat moralis dan filosofis. Karena pada Implementasinya
dengan lelang jabatan. Namun pada hakikatnya dapat dilakukan juga jika proses
itu melalui seleksi secara transparan, tanpa gratifikasi. Tanpa sogok sana dan
sogok sini, dan yang lebih penting lagi dilaksanakan secara transparan dan
akuntabel, terutama tentang syarat dan kriteria, serta hasil seleksi tersebut.
Persyaratan dan kriterianya harus transparan, dan hasil penilaiannya diumumkan
secara terbuka.
2. Mengoptimalkan LHKPN (Laporan
Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Mekanisme
ini sebenarnya sudah dilaksanakan di negeri ini. PPATK (Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan) belum dapat berjalan cepat. Sebagai contoh, hingga
saat ini PPATK masih menunggu pelaporan rekening para caleg, karena masih harus
menunggu laporan melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pelaporan ini berdasarkan
kesepakatan antara PPATK dan KPU untuk menjaga pemilu bersih dari
transaksi-transaksi gelap yang digunakan untuk dana kampanye. Optimalisasi
LHKPN melalui PPATK sangat strategis, dan bersifat preventif. Jika berdasarkan
laporan tersebut harta penyelenggara negara sudah melebihi angka normal, maka
LHKPN tersebut sudah harus diumumkan dan ditindaklanjuti dari mana uang
sebanyak itu. Jangan sampai menunggu pejabat tersebut melakukan korupsi yang
lebih besar lagi.
3. Mengumumkan anggaran secara
terbuka. Untuk mendukung
gerakan transparansi nasional tersebut, setiap awal tahun anggaran, semua
satuan kerja atau pengguna anggaran berkewajiban untuk mengumumkan kepada
masyarakat tentang program kegiatannya di media massa, atau dipampang di papan
pengumuman di depan kantor. Dengan tranparansi ini, masyarakat akan mengatahui
uang rakyat tersebut digunakan untuk apa saja, dan dengan cara apa (konraktual
ataukah swakelola). Kalau di satuan pendidikan sekolah, dalam rangka Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) kepala sekolah diminta untuk memajang RAPBS (Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) di papan pengumuman sekolah, mengapa
tidak di institusi yang lebih tinggi, seperti kementerian dan institusi lain
pengguna anggaran.
4. Melibatan
komponen masyarakat dalam perencanaan. Bahkan sebelum RKAKL turun ke
kementerian dan institusi jajarannya, anggaran tersebut memang disusun oleh
Pemerintah dan DPR atau yang sering kita sebut sebagai Banggar, terkait dengan
tahap perencanaan anggaran. Proses penyusunan anggaran harus lebih terbuka
lagi. Selain DPR, sebagai wakil rakyat secara formal, perlu dilibatkan wakil
rakyat secara informal, misalnya organisasi massa yang ada di tingkat pusat
sebagai mitra kementerian, seperti Dewan Pendidikan Nasional (DPN) sebagai
mitra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Demikian juga komponen masyarakat
sebagai mitra Kementerian lain.
1.6.
PANDANGAN
ISLAM TERHADAP KORUPSI
Dari
‘Adiy bin ‘Amirah Al Kindi Radhiyallahu 'anhu berkata : Aku pernah mendengar
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa
di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia
menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah
ghulul (belenggu, harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”. (‘Adiy)
berkata : Maka ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, seolah-olah aku melihatnya, lalu dia
berkata,"Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku yang engkau tugaskan."
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya,"Ada apa gerangan?” Dia
menjawab,"Aku mendengar engkau berkata demikian dan demikian (maksudnya
perkataan di atas, Pen.)." Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pun
berkata,"Aku katakan sekarang, (bahwa) barangsiapa di antara kalian yang
kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka hendaklah dia membawa
(seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan
kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka
tidak boleh.
1.6.1.
TAKHRIJ HADITS
1. Hadits
ini dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam kitab al Imarah, bab (
Tahrim Hadaya al ‘Ummal, hadits no. 3415. )
2. Abu
Dawud dalam Sunan-nya dalam kitab al Aqdhiyah, bab Fi Hadaya al ‘Ummal,hadits
no. 3110.
3. Imam
Ahmad dalam Musnad-nya, 17264 dan 17270, dari jalur Isma’il bin Abu Khalid,
dari Qais bin Abu Hazim, dari Sahabat ‘Adiy bin ‘Amirah al Kindi Radhiyallahu
'anhu di atas. Adapun lafadz hadits di atas dibawakan oleh Muslim.
1.6.2.
SYARAH HADITS
Hadits
di atas intinya berisi larangan berbuat ghulul (korupsi), yaitu mengambil harta
di luar hak yang telah ditetapkan, tanpa seizin pimpinan atau orang yang
menugaskannya. Seperti ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah Radhiyallahu
'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Artinya : "Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami
tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di
luar itu
adalah harta ghulul (korupsi)".
Asy
Syaukani menjelaskan, dalam hadits ini terdapat dalil tidak halalnya (haram)
bagi pekerja (petugas) mengambil tambahan di luar imbalan (upah) yang telah
ditetapkan oleh orang yang menugaskannya, dan apa yang diambilnya di luar itu
adalah ghulul (korupsi).Dalam hadits tersebut maupun di atas, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan secara global bentuk pekerjaan atau
tugas yang dimaksud. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa peluang melakukan
korupsi (ghulul) itu ada dalam setiap pekerjaan dan tugas, terutama pekerjaan
dan tugas yang menghasilkan harta atau yang berurusan dengannya. Misalnya,
tugas mengumpulkan zakat harta, yang bisa jadi bila petugas tersebut tidak
jujur, dia dapat menyembunyikan sebagian yang telah dikumpulkan dari harta
zakat tersebut, dan tidak menyerahkan kepada pimpinan yang menugaskannya.
1.6.3.
MAKNA HADITS
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan peringatan atau ancaman kepada orang
yang ditugaskan untuk menangani suatu pekerjaan (urusan), lalu ia mengambil
sesuatu dari hasil pekerjaannya tersebut secara diam-diam tanpa seizin pimpinan
atau orang yang menugaskannya, di luar hak yang telah ditetapkan untuknya,
meskipun hanya sebatang jarum. Maka, apa yang dia ambil dengan cara tidak benar
tersebut akan menjadi belenggu, yang akan dia pikul pada hari Kiamat. Yang dia
lakukan ini merupakan khianat (korupsi) terhadap amanah yang diembannya. Dia
akan dimintai pertanggungjawabnya nanti pada hari Kiamat.Ketika kata-kata
ancaman tersebut didengar oleh salah seorang dari kaum Anshar, yang orang ini
merupakan satu di antara para petugas yang ditunjuk oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, serta merta dia merasa takut. Dia meminta kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melepaskan jabatannya. Maka Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan, agar setiap orang yang diberi tugas
dengan suatu pekerjaan, hendaknya membawa hasil dari pekerjaannya secara
keseluruhan, sedikit maupun banyak kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kemudian mengenai pembagiannya, akan dilakukan sendiri oleh beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam. Apa yang diberikan, berarti boleh mereka ambil. Sedangkan
yang ditahan oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mereka tidak boleh
mengambilnya.
1.6.4.
HUKUM SYARI’AT TENTANG KORUPSI
Sangat
jelas, perbuatan korupsi dilarang oleh syari’at, baik dalam Kitabullah (al
Qur`an) maupun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
shahih.
Di dalam Kitabullah, di
antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
Artinya : "Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta
rampasan
perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan
rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan dating
membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali
Imran: 161].
Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi Allah terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.Menurut penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ayat ini diturunkan pada saat (setelah) perang Badar, orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil rampasan perang. Lalu sebagian mereka, yakni kaum munafik mengatakan, bahwa mungkin Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengambilnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat ini untuk menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terbebas dari tuduhan tersebut.Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu.Mengenai besarnya dosa perbuatan ini, dapat kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam ayat di atas, yaitu ketika Allah mengatakan : “Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …”
Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi Allah terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.Menurut penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ayat ini diturunkan pada saat (setelah) perang Badar, orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil rampasan perang. Lalu sebagian mereka, yakni kaum munafik mengatakan, bahwa mungkin Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengambilnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat ini untuk menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terbebas dari tuduhan tersebut.Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu.Mengenai besarnya dosa perbuatan ini, dapat kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam ayat di atas, yaitu ketika Allah mengatakan : “Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …”
Ibnu Katsir mengatakan,"Di dalamnya
terdapat ancaman yang amat keras.”
Selain
itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta
manusia dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala,
sebagaimana dalam firmanNya :
Artinya : "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat
memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui"
[al Baqarah/2:188]
Juga firmanNya :
Artinya
: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil…" [an
Nisaa`/4 : 29].
Adapun
larangan berbuat ghulul (korupsi) yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, maka hadits-hadits yang menunjukkan larangan ini sangat banyak, di
antaranya hadits dari ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu dan hadits Buraidah
Radhiyallahu 'anhu di atas.
1.6.5.
PINTU-PINTU KORUPSI
Peluang melakukan korupsi ada di
setiap tempat, pekerjaan ataupun tugas, terutama yang diistilahkan dengan
tempat-tempat “basah”. Untuk itu, setiap muslim harus selalu berhati-hati,
manakala mendapatkan tugas-tugas. Dengan mengetahui pintu-pintu ini, semoga
kita selalu waspada dan tidak tergoda, sehingga nantinya mampu menjaga amanah
yang menjadi tanggung jawab kita.
Berikut
adalah di antara pintu-pintu korupsi.
1. Saat pengumpulan harta
rampasan perang, sebelum harta tersebut dibagikan.Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam menceritakan :
Artinya
: "Ada seorang nabi berperang, lalu ia berkata kepada
kaumnya : "Tidak boleh mengikutiku (berperang) seorang
yang telah menikahi wanita, sementara ia ingin
menggaulinya, dan ia belum melakukannya; tidak
pula
seseorang yang yang telah membangun rumah,
sementara ia belum memasang atapnya; tidak pula seseorang
yang telah
membeli kambing atau unta betina yang sedang
bunting,
sementara ia menunggu (mengharapkan) peranakannya".
Lalu nabi itu pun berperang dan ketika sudah dekat negeri (yang akan diperangi) tiba atau hampir tiba shalat Ashar, ia berkata kepada matahari : "Sesungguhnya kamu diperintah, dan aku pun diperintah. Ya Allah, tahanlah matahari ini untuk kami," maka tertahanlah matahari itu hingga Allah membukakan kemenangan baginya. Lalu ia mengumpulkan harta rampasan perang. Kemudian datang api untuk melahapnya, tetapi api tersebut tidak dapat melahapnya.
Lalu nabi itu pun berperang dan ketika sudah dekat negeri (yang akan diperangi) tiba atau hampir tiba shalat Ashar, ia berkata kepada matahari : "Sesungguhnya kamu diperintah, dan aku pun diperintah. Ya Allah, tahanlah matahari ini untuk kami," maka tertahanlah matahari itu hingga Allah membukakan kemenangan baginya. Lalu ia mengumpulkan harta rampasan perang. Kemudian datang api untuk melahapnya, tetapi api tersebut tidak dapat melahapnya.
Dia
(nabi itu) pun berseru (kepada kaumnya): "Sesungguhnya di antara kalian
ada (yang berbuat) ghulul (mengambil harta rampasan perang secara diam-diam).
Maka, hendaklah ada satu orang dari setiap kabilah bersumpah (berbai’at)
kepadaku," kemudian ada tangan seseorang menempel ke tangannya (berbai’at
kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata,"Di antara kalian ada (yang
berbuat) ghulul, maka hendaknya kabilahmu bersumpah (berbai’at) kepadaku,"
kemudian ada tangan dari dua atau tiga orang menempel ke tangannya (berbai’at
kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata,"Di antara kalian ada (yang
berbuat) ghulul," maka mereka datang membawa emas sebesar kepala sapi,
kemudian mereka meletakkannya, lalu datanglah api dan melahapnya. Kemudian
Allah menghalalkan harta rampasan perang bagi kita (karena) Allah melihat kelemahan
kita.
2. Ketika
pengumpulan zakat maal (harta).Seseorang yang diberi tugas mengumpulkan zakat
maal oleh seorang pemimpin negeri, jika tidak jujur, sangat mungkin ia
mengambil sesuatu dari hasil (zakat maal) yang telah dikumpulkannya, dan tidak
menyerahkannya kepada pemimpin yang menugaskannya. Atau dia mengaku yang dia
ambil adalah sesuatu yang dihadiahkan kepadanya. Peristiwa semacam ini pernah
terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau
memperingatkan dengan keras kepada petugas yang mendapat amanah mengumpulkan
zakat maal tersebut dengan mengatakan :
Artinya : "Tidakkah kamu duduk saja di rumah bapak-ibumu, lalu
lihatlah, apakah kamu akan diberi hadiah (oleh orang lain)
atau tidak?"
Kemudian pada malam
harinya selepas shalat Isya’ Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berceramah
(untuk memperingatkan perbuatan ghulul kepada khalayak). Di antara isi
penjelasan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan :
Artinya : "(Maka)
Demi (Allah), yang jiwa Muhammad berada di
tanganNya. Tidaklah seseorang dari kalian mengambil
(mengkorupsi) sesuatu daripadanya (harta
zakat), melainkan
dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di
lehernya.
Jika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta
itu) bersuara.
Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi
itu pun)
bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor
kambing, maka
(kambing itu pun) bersuara …"
3. Hadiah untuk petugas,
dengan tanpa sepengetahuan dan izin pemimpin atau yang menugaskannya.
Dalam hal ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
Dalam hal ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
Artinya :
"Hadiah untuk para petugas adalah ghulul".
Setiap tugas apapun, terutama yang
berurusan dengan harta, seperti seorang yang mendapat amanah memegang
perbendaharaan negara, penjaga baitul maal atau yang lainnya, terdapat peluang
bagi seseorang yang berniat buruk untuk melakukan ghulul (korupsi), padahal dia
sudah memperoleh upah yang telah ditetapkan untuknya. Telah disebutkan dalam
hadits yang telah lalu, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
yang artinya : Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami
tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah
harta ghulul (korupsi).
1.6.6. BAHAYA BUATAN GHULUL (KORUPSI)
Tidaklah
Allah melarang sesuatu, melainkan di balik itu terkandung keburukan dan
mudharat (bahaya) bagi pelakunya. Begitu pula dengan perbuatan korupsi
(ghulul), tidak luput dari keburukan dan mudharat tersebut.
Diantaranya :
1) Pelaku
ghulul (korupsi) akan dibelenggu, atau ia akan membawa hasil korupsinya pada
hari Kiamat, sebagaimana ditunjukkan dalam ayat ke-161 surat Ali Imran dan hadits
‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu di atas. Dan dalam hadits Abu Humaid as
Sa’idi Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Artinya
: "Demi (Allah), yang jiwaku berada di tanganNya. Tidaklah
seseorang mengambil sesuatu
daripadanya (harta zakat),
melainkan dia akan datang pada
hari Kiamat membawanya di
lehernya. Jjika (yang dia ambil)
seekor unta, maka (unta itu)
bersuara. Jika (yang dia ambil)
seekor sapi, maka (sapi itu
pun) bersuara. Atau jika (yang
dia ambil) seekor kambing,
maka (kambing itu pun) bersuara
…”
2) Perbuatan korupsi
menjadi penyebab kehinaan dan siksa api neraka pada hari Kiamat.Dalam hadits
Ubadah bin ash Shamit Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
Artinya" : ….(karena) sesungguhnya ghulul (korupsi) itu adalah
kehinaan, aib dan api neraka
bagi pelakunya".
3) Orang
yang mati dalam keadaan membawa harta ghulul (korupsi), ia tidak mendapat
jaminan atau terhalang masuk surga. Hal itu dapat dipahami dari sabda Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam :
Artinya
: "Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya (mati) dalam
keadaan terbebas dari tiga perkara,
maka ia (dijamin) masuk
surga. Yaitu kesombongan, ghulul
(korupsi) dan hutang".
4) Allah tidak menerima
shadaqah seseorang dari harta ghulul (korupsi), sebagaimana dalam sabda Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam :
Artinya : "Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan shadaqah tidak
diterima dari harta ghulul
(korupsi)".
5)
Harta hasil korupsi
adalah haram, sehingga ia menjadi salah satu penyebab yang dapat menghalangi
terkabulnya do’a, sebagaimana dipahami dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam :
Artinya
: "Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima
kecuali yang baik. Dan sesungguhnya
Allah memerintahkan
orang-orang yang beriman dengan
apa yang Allah perintahkan
kepada para rasul. Allah
berfirman,"Wahai para rasul,
makanlah dari yang baik-baik dan
kerjakanlah amal shalih.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui
apa yang kalian
kerjakan". Dia (Allah) juga
berfirman: "Wahai orang-orang
yang beriman, makanlah yang
baik-baik dari yang Kami
rizkikan kepada kamu,"
kemudian beliau (Rasulullah)
Shallallahu 'alaihi wa sallam
menceritakan seseorang yang
lama bersafar, berpakaian kusut
dan berdebu. Dia
menengadahkan tangannya ke
langit (seraya berdo’a): "Ya
Rabb…, ya Rabb…," tetapi
makanannya haram, minumannya
haram, pakaiannya haram dan dirinya
dipenuhi dengan
sesuatu yang haram. Maka,
bagaimana do’anya akan
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari penjelasan pada pembahasan di atas maka
dapat disimpulkan sebagai berikut ini :
1.
Korupsi dalam pandangan hukum dan pandangan islam (ghulul) .
2.
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
korupsi.
3.
Hadis yang menjelaskan pandangan islam terhadap
korupsi
( ghulul ).
4.
Bahaya berbuat korupsi ( ghulul ) dalam islam.
5.
Hukum
syari’at tentang korupsi ( ghulul ).
3.2
SARAN
Saran yang dapat di ambil dari pembahasan di atas adalah :
1.
Perbuatan korupsi ( Ghulul ) adalah perbuatan
tercela dan di larang oleh allah S.W.T jadi tidak boleh dilakukan.
2.
Perbuatan korupsi ( Ghulul ) memiliki dampak yang
sangat besar bagi pelaku maupun masyarakat jadi haruslahdi hindari.
3.
Perbuatan Korupsi ( Ghulul ) akan diberikan azab
yag begitu besar oleh Allah S.W.T maka sebagai manusia kita harus senantiasa
mendekatkan diri apada Allah S.W.T agar terhindar dari azab ghulul ini.
4.
Perbuatan korupsi ( Ghulul ) disebabkan oleh
beberapa faktor yang dijelaskan secara hukum maupun islam.Haruslah kita paham
hal-hal tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar