Selasa, 01 Agustus 2017

PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN DESA


PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN DESA
( Studi Kasus : Desa Boto Kec.Bancak Kabupaten Semarang )
 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanahkan secara tegas bahwa setiap warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama untuk memperoleh penghidupan yang layak. Dalam konteks ini dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan untuk ikut serta dalam program pembangunan secara proporsional. Namun pada kenyataannya posisi dan peran perempuan dalam pembangunan masih termarginalkan. Implikasinya walaupun dari segi kuantitas jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki, akan tetapi secara kualitas lebih kecil daripada laki-laki.

Program pembangunan seharusnya menjadi alat, bukan menjadi tujuan dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar warga negara, baik laki-laki maupun perempuan sehingga kesetaraan antara keduanya bisa terwujud. Pengabaian peran perempuan telah menempatkan posisi perempuan pada posisi yang lemah, misalnya dalam bidang pendidikan ditambah dengan budaya yang tidak berpihak serta pemahaman tafsir agama yang cenderung bias gender sehingga semakin menjadikan perempuan tersudut dan memiliki posisi yang rentan. Peran perempuan dalam pembangunan desa seringkali diragukan karena dianggap tidak layak dan tidak mampu.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, peran perempuan mulai diperhitungkan. Terlebih sejak 10 tahun yang lalu, istilah “gender” telah memasuki setiap lini masyarakat yang menyebabkan perubahan sosial. Istilah gender digunakan untuk menjelaskan antara laki-laki dan perempuan. Keadaan peran dan status perempuan dewasa ini lebih dipengaruhi oleh masa lampau, kultur, ideologi, dan praktek hidup sehari-hari. Inilah yang menjadi kunci mengapa partisipasi perempuan dalam kehidupan masyarakat dan bernegara mengalami kelemahan.

Pada dasarnya peran perempuan dalam pembangunan merupakan hal yang penting karena keterlibatan perempuan dalam kelembagaan desa (BKM) diharapkan akan memunculkan kebijakan/keputusan yang peduli terhadap  pemenuhan  kebutuhan  perempuan. Perempuan   yang   dilibatkan   dalam perencanaan  dapat  mengusulkan  kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas kebutuhan dasar perempuan yang seringkali terlewatkan (terlupakan) ketika penyusun rencana kegiatan adalah kaum laki-laki. Posisi perempuan dalam pembangunan seharusnya ditempatkan sebagai partisipan ataupun subjek pembangunan bukan sebagai objek sebagaimana yang terjadi selama ini.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka masalah utama yang hendak diteliti adalah Peran perempuan dalam pembangunan desa studi kasus Desa Boto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang.

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :

1.    Bagaimana peran perempuan Desa Boto dalam pembangunan desa?

2.    Seberapa besar ruang yang diberikan Pemerintah Desa Boto kepada perempuan ?

3.    Apa saja hambatan yang dihadapi oleh perempuan di Desa Boto dalam hal pembangunan desa?

 

1.3  Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang dapat disampaikan antara lain :

1.    Mengetahui peran perempuan Desa Boto dalam pembangunan desa.

2.    Mengetahui seberapa besar ruang yang diberikan Pemerintah Desa Boto kepada perempuan.

3.    Mengetahui apa saja hambatan yang dihadapi oleh perempuan di Desa Boto dalam hal pembangunan desa

1.4  Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Dimana metode ini dilakukan dengan teknik wawancara.

1.         Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Boto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang dengan berfokus pada setiap dusun. Peneliti dalam melakukan penelitian yaitu tiga minggu yang lalu (26 Februari – 11 Maret 2017).

2.         Teknik Pengumpulan Data

a.       Data Primer

Data primer dalam penelitian ini terdiri dari data yang diperoleh langsung dari narasumber dengan mangajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan dalam bentuk wawancara. Data primer juga diperoleh dari pengamatan langsung atau observasi yang kemudian dicatat atau direkam.

b.      Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari studi pustaka yang bersumber dari karya ilmiah, jurnal, media online dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan topik yang diteliti.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kajian pustaka merupakan penelitian atau kajian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak diteliti. Kajian pustaka berfungsi sebagai perbandingan dan tambahan informasi terhadap penelitian yang hendak dilakukan.

Berdasarkan pengamatan kepustakaan yang penulis lakukan, kajian mengenai Peran perempuan dalam pembangunan desa studi kasus Desa Boto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang belum ada yang mengkaji.

Dalam UU Nomor 6 tahun 2014, berdasarkan pada Pasal 26 ayat (4) poin e. dijelaskan bahwa “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban: e. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender.”

Dalam UU Nomor 6 tahun 2014, berdasarkan pada Pasal 68 ayat (1) poin c dijelaskan bahwa “Masyarakat desa berhak: c. Menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa”.

Menurut Sofiani (2009: 64), posisi perempuan dalam pembangunan memang seharusnya ditempatkan sebagai partisipan atau subjek pembangunan bukan sebagai objek sebagaimana yang terjadi selama ini. Realitas menunjukan bahwa posisi perempuan masih sebagai objek pembangunan, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: pertama, masih kuatnya faktor sosial dan budaya patriarki yang menempatkan laki-laki dan perempuan dalam posisi beda; kedua, masih banyak perundang-undangan, kebijakan dan program pembangunan yang belum peka gender; ketiga, kurang adanya sosialisasi ketentuan hukum yang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan secara menyeluruh; keempat, belum adanya kesadaran gender di kalangan para perencana dan pengambil keputusan; kelima, belum lengkapnya data pilah yang memaparkan posisi perempuan dan laki-laki secara jelas dalam bidang pembangunan di semua departemen; keenam, belum maksimalnya kesadaran, kemauan dan konsistensi perempuan itu sendiri dan; ketujuh, kurangnya pengetahuan perempuan terhadap tujuan dan arah pembangunan, sehingga perempuan kurang respon, masa bodoh atau menolak secara tidak langsung dari program-program pembangunan.

Menurut H.A.W. dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa : Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Menurut peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 Tentang Desa Pasal 1 adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Siagian ( 2004) memberikan pengertian tentang Pembangunan sebagai “ Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa ( Nation Building). Sedangkan Ginanjar Kartasasmita ( 1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana yaitu sebagai “ suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana.
 

BAB III

PEMBAHASAN

3.1      Deskripsi Desa Penelitian

A.    Sejarah Desa Boto

Konon pada zaman dahulu, ada seseorang yang dianggap sebagai tokoh yang memiliki pengaruh besar di suatu perkampungan yang masih dipenuhi pohon-pohon. Beliau bernama Mbah Kasban yang tinggal bersama beberapa orang yang pada saat itu menghuni hutan tersebut. Pada suatu waktu, di tanah Mbah Kasban saat itu ada tumpukan bata atau boto yang konon akan digunakan Mbah Kasban untuk membangun sesuatu. Bata atau boto tersebut berada disana cukup lama.

Setelah beberapa lama kemudian penduduk di kampung tersebut semakin banyak dan perlu adanya sistem pengaturan pemerintahan. Kemudian orang-orang yang dianggap memiliki pengaruh berkumpul untuk memberikan nama kampung tersebut. Untuk lebih mempermudah mengingatnya disepakati bahwa tumpukan bata/boto tersebut dijadikan tenger atau tanda awal dibangunnya pemerintahan desa. Sehingga tercipta suatu desa yang damai dan tenteram dengan nama Desa Boto yang pertama kali dipimpin oleh Mbah Sodor yang tinggal di Desa Boto.

 

1.         Sejarah Pemerintahan Desa Boto

Secara de jure Pemerintahan Desa Boto mulai dipimpin oleh H. Abdul Latif, namun konon sebelumnya terdapat legenda bahwa telah ada pengaturan desa secara sederhana kala itu, yang diawali kepemimpinan Mbah Sodor Boto dengan juru tulis Den Kromo. Berikut perjalanan legenda yang didapat dari berbagai sumber:

1.      Mbah Demang Sodor asal Boto juru tulis bernama Den Kromo

2.      Mbah Demang Resodipo asal Boto juru tulis bernama Den Kromo.

3.      Mbah Demang Kertoyudo asal Gunung Kendal untuk nama cariknya belum diketahui.

Berikut perjalanan sejarah pemerintahan desa Boto secara dejure :

1.         Kepala desa atau lurah H. Abdul Latif asal Krasak (1860-1917). Sekretaris desa / carik belum diketahui.

2.         Kepala desa atau lurah H. Yunus berasal dari Krasak (1917-1937). Sekretaris desa atau cariknya yang bernama Harjo, kemudian tugasnya dilanjutkan oleh H. Mahfud Al Subari.

3.         Kepala desa atau lurah H. Mahfud Al Subari berasal dari Krasak (1937-1973). Sekretaris desa / cariknya bernama H. Abdullah, kemudian sepeninggal H. Abdullah sekretaris desa / cariknya dilanjutkan oleh Yasmin Amat Salam.

4.         Kepala desa atau lurah Sunarti Berasal dari Krasak (1974-2007).

5.         Kepala Desa atau Lurah Sjaichul Hadi S.Pt berasal dari Krasak (2008- sekarang ).

3.2  Kondisi Geografis

Desa Boto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang. Luas Kabupaten Semarang secara keseluruhan sebesar 950,2067 km2 atau sekitar 2,92% dari luas Kecamatan Bancak yang secara administratif terdiri dari tujuh dusun. Secara administratif letak geografis Desa Boto dibatasi oleh enam desa pada sisi-sisinya. Disisi barat, Wilayah Desa Boto berbatasan dengan wilayah administrasi Desa Wonokerto dan Desa Sendang, disisi selatan berbatasan dengan Desa Banding dengan Pucung, sementara disisi timur wilayah Desa Boto berbatasan dengan Wilayah Desa Rejosari dan Desa Jlumpang dan sebelah utara berbatasan dengan Desa Bancak.


3.3  Struktur Desa

1.         Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK)

Kepala Desa Boto:                Sjaichul Hadi, S. Pt

Kepala Dusun Krasak:          Amin Barokah Y.

Kepala Dusun Gg. Kendil:   Suyatno

Kepala Dusun Sembung:      Sugiharto

Kepala Dusun Klumpit:        Drs. Hambali

Kepala Dusun Penggung:     Siti Fatimah (Ketua PKK)

Kepala Dusun Kemiri:          Sofiyatun

Kepala Dusun Boto:             Sunarto

2.         Seksi-Seksi

Ka. Keuangan:                      Supriyadi

Ka. Umum & Perencanaan:  Sri Andrini

Ka. Pelayanan:                      Samsuri

Ka. Pemerintahan:                Subadri

Ka. Kesra:                             Asruri

 

3.4  Gambaran Peran Perempuan Desa Boto Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, peneliti melihat bahwa peran perempuan di Desa Boto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang sudah berperan aktif. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya kegiatan - kegiatan yang dilakukan oleh para perempuan misalnya PKK yang memiliki banyak program diantaranya pengajian, posyandu, kelas ibu hamil dan sebagainya. Kegiatan PKK ini banyak memperoleh penghargaan diantaranya mendapatkan kategori tertib administrasi terbaik di Kabupaten Semarang. Selain itu, mereka juga terlibat dalam kerja bakti pembangunan infrastuktur berupa jalan desa dan jalan kampung.

3.5  Peran Perempuan dalam Pembangunan Desa Boto

Menurut Sjaichul Hadi yang menjabat sebagai Kepala Desa Boto, sejak tahun 2005, Desa Boto memiliki Progam Program Pengembangan Kecamatan Mandiri (PPK Mandiri). Pada tahun 2007, terdapat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaaan (PNPM MD). Dalam Program PNPM MD ini pemerintah memberikan pemahaman bahwa sekarang ini paradigma yang digunakan tidak lagi “Bangun Desa” tetapi menggunakan paradigma “Desa Membangun” bagi semua desa. Salah satu prinsip dari paradigma baru “Desa Membangun” yaitu Dari, Oleh, dan Untuk Masyarakat (DOM) dari proses pembangunan. PPK Mandiri dan PNPM Mandiri memberikan variasi bagi Desa Boto untuk berproses dan berupaya untuk mengakomodasi berbagai elemen masyarakat. Meskipun program-program tersebut dijalankan hanya sampai tahun 2014, namun pemerintah desa Boto menjadikan program-program tersebut sebagai pembelajaran dan dijalankan sampai sekarang.

Proses perencanaan pembangunan di Desa Boto melibatkan masyarakat secara aktif atau partisipatif. Di Desa Boto sendiri diadakan Tilikan Dusun setiap tahun. Pemerintah Desa, Badan Permusyawarahan Desa (BPD) dan Perangkat Desa melakukan blusukan ke dusun untuk menjaring aspirasi dari masyarakat desa. Dalam penjaringan aspirasi di Desa Boto sendiri, dibagi menjadi tiga kelompok: Pertama, Kelompok Perempuan, warga perempuan di Desa Boto diberikan kesempatan dalam Musyawarah Kelompok Perempuan (MKP) untuk memberikan usulan terhadap perencanaan pembangunan. Kedua, Kelompok Masyarakat Miskin, yang diberikan kesempatan dalam Musyawarah untuk memberi masukan dalam perencanaan pembangunan. Ketiga, Kelompok campuran. Ketiga kelompok ini diberikan waktu sendiri-sendiri dalam memberikan aspirasi kepada Pemerintah Desa Boto. Hal ini dikarenakan jika tidak diberi ruang dan waktu sendiri-sendiri, kelompok perempuan akan kalah oleh tokoh-tokoh yang mempunyai power di Desa Boto.

Di Desa Boto, pembangunan tidak hanya berupa fisik, tetapi juga non fisik. Contohnya dalam bentuk pemberdayaan dari PKK, kelompok perempuan, posyandu dan sebagainya. Unsur-unsur perempuan ini memiliki peranan dalam memberi masukan dan usulan kepada Kepala Desa Boto dalam memutuskan proses perencanaan pembangunan desa. Jadi usulan setiap dusun termasuk usulan dari unsur perempuan dikumpulkan kemudian dibawa ke desa untuk dipilih yang mana yang lebih diprioritaskan. Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (MUSRENBANG desa) di Desa Boto, terdapat utusan perempuan yang membawa usulan tadi. Jika dalam musyawarah desa ada enam perwakilan, tiga diantaranya adalah perempuan. Tidak hanya utusan yang membawa usulan dari dusun yang boleh hadir dalam MUSRENBANG desa, setiap warga yang ingin mengikuti MUSRENBANG Desa Boto juga diperbolehkan oleh pemerintah desa. Dalam MUSRENBANG Desa Boto, juga terdapat perwakilan dari partai politik, Karang Taruna, Perangkat Desa, perwakilan RT/RW. Setelah diputuskan dalam musyawarah, nantinya pelaksanaan program tersebut juga dilakukan oleh masyarakat Desa Boto.

Proses pembangunan di Desa Boto selalu menggiatkan partisipasi dari masyarakat. Karena pada prinsipnya, semua proses pembangunan desa sendiri dilakukan untuk kebaikan masyarakat Desa Boto. Skala prioritas MUSRENBANG di Desa Boto sendiri mengutamakan pembangunan yang ada di Desa Boto. Karena yang dibutuhkan masyarakat sendiri adalah pembangunan jalan, pengurusan sertifikat, serta bantuan untuk merehab rumah warga.

Hasil MUSRENBANG Desa Boto kemudian dibawa ke tingkat kecamatan. Perwakilan Desa Boto pada saat mengajukan usulan ke kecamatan sendiri adalah Kepala Desa.

Banyak pengaruh dari kegiatan yang dilakukan oleh PKK karena kegiatannya tersebut melakukan pelatihan dan penyuluhan bagi warga perempuan sehingga warga perempuan Desa Boto memiliki beberapa keahlian seperti menjahit, membuat jajanan tradisional, pengelolaan limbah plastik. Hal ini memberikan bekal bagi warga perempuan dalam melakukan kegiatan ekonomi, contohnya adalah terdapat warga perempuan dengan membuat usaha pembuatan keripik. PKK juga mengadakan lomba-lomba pada saat perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus.

Pada saat dilakukan MUSRENBANG, perwakilan dari PKK tetap dilibatkan dalam MUSRENBANG desa sehingga tetap ada perwakilan dari perempuan dalam kegiatan tersebut. Jadi diwajibkan 35% anggota yang hadir adalah unsur perempuan dalam MUSRENBANG dan mereka dapat mengajukan usul atau pendapat dalam MUSRENBANG. Contohnya dalam PNPM Mandiri, pihak PKK mengusulkan menambah peralatan posyandu sehingga pendapat perempuan tetap didengar dalam MUSRENBANG.

 

3.6              Ruang yang diberikan Pemerintah Desa Boto kepada perempuan

Dalam pengambilan keputusan didesa  Boto sendiri, Peran perempuan sangat diutamakan dimana dalam Musyawarah Rencana Pembangunan desa (MUSRENBANG) dimulai dalam tingkat dusun dimana warga perempuan dapat memberikan usulan pada saat musyawarah di tingkat dusun. Contohnya menurut Amin Barokah selaku Kepala Dusun Krasak yang juga merupakan salah satu kepala dusun perempuan di Desa Boto, menjelaskan bahwa masyarakat Dusun Krasak, warga perempuan banyak menyampaikan ide-ide maupun prioritas-prioritas pembangunan yang akan diajukan oleh Dusun Krasak sendiri. Contohnya adalah pengajuan untuk merawat alat kesenian jawa yang diusulkan oleh salah satu warga perempuan di Dusun Krasak.

Setelah tercapai usulan apa saja yang diajukan oleh Dusun Krasak, Amin selaku Kepala Dusun Krasak menyampaikan usulan tersebut pada saat MUSRENBANG desa untuk disampaikan alasan-alasan dan prioritasnya.  Setelah dicapai kesepakatan setelah MUSRENBANG desa dilaksanakan, kepala dusun menyampaikan hasil MUSRENBANG desa kepada warga dusun agar terjadi transparansi didalam masyarakat Desa Boto sendiri. Menurut Amin, biasanya warga yang hadir dalam MUSRENBANG desa merupakan perwakilan yang diundang secara resmi tetapi jika masyarakat ingin mengetahui hasil MUSRENBANG desa secara langsung, masyarakat diperbolehkan mengikuti pelaksanaan MUSRENBANG desa meskipun tidak aktif didalam forum dan hanya sekedar mendengarkan saja.

Dusun Krasak sendiri menurut Amin Barokah pada saat MUSRENBANG desa terakhir mempunyai beberapa usulan, yang berupa fisik merupakan pembangunan talud dan sudah terealisasi. Dari segi ekonomi adalah kios pasar. Pasar ini tidak dibiayai oleh ADD sehingga usulan tersebut dibawa ke MUSRENBANG di tingkat Kecamatan. Dusun Krasak sendiri juga lebih memfokuskan ke pertanian melalui pengajuan bibit, dan irigasi. Dari kesehatan, Dusun Krasak juga mengajukan dana sehat dan desa siaga yang ditujukan untuk membantu orang-orang yang sakit atau membutuhkan pertolongan.

Dalam hal ini Desa Boto sudah memberikan kesempatan bagi warga perempuan dalam pengambilan keputusan. Usulan perempuan dalam MUSRENBANG di Desa Boto sudah banyak yang berjalan seperti PMT, kelas ibu hamil, pelatihan menjahit dari PNPM Mandiri, pelatihan kader Posyandu. Yang sampai saat ini masih berjalan adalah program kelas ibu hamil dan pelatihan kader Posyandu. Perempuan harus berperan aktif  dalam setiap pembangunan di Desa Boto karena menurut Kepala Desa Boto sendiri, jika perempuan tidak aktif dalam suatu pembangunan, maka pembangunan di desa bisa tertinggal. Warga perempuan di Desa Boto juga turut aktif dalam kegiatan kerja bakti. Warga perempuan sendiri juga harus tahu prioritas pembangunan mana yang harus dilakukan dan penting untuk dilakukan dan ikut dalam pembangunan.

Pada tahun 2015/2016, Sri Andrini selaku ketua seksi umum dan perencanaan di utus untuk mengikuti MUSRENBANG kecamatan bersama ketua PKK dan Sekretaris PKK sebagai perwakilan dari kaum perempuan di Desa Boto. Para perwakilan dari Desa Boto ini mereka harus menyampaikan visi, misi dan tujuan kepentingannya dalam pembangunan yang akan dilakukan di Desa Boto, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Untuk tahun 2017 serta bertugas untuk memperjuangkan hasil usulan agar didanai di Kecamatan karena keterbatasan dana desa. Perwakilan Desa Boto di kecamatan juga harus melakukan lobby-lobby dan presentasi agar usulan dari Desa Boto mendapat ranking sehingga dapat didanai oleh kabupaten

Tahun ini dusun lain juga mengajukan usulan di bidang kesenian, seperti rebana, sementara Dusun Krasak sendiri mengajukan pengadaan fasilitas penunjang dalam kegiatan Drum Band, karena kelompok drum band tersebut sudah dirintis sejak dua tahun yang lalu dan sudah sering tampil di acara-acara seperti peresmian proyek kecamatan dan lain sebagainya. Usulan dari Dusun Krasak sudah banyak terealisasikan dari hasil MUSRENBANG desa, contohnya yaitu pembangunan jalan kampung yang dapat menghubungkan Desa Boto ke desa lainnya. Usulan terakhir adalah jalan yang dapat menghubungkan ke SD, saluran sidu, sedangkan dibidang pertanian adalah benih padi, pupuk berimbang. Salah satu usulan yang diajukan adalah pembangunan sumur gali yang ditempatkan disawah. Dusun Krasak sendiri melihat prioritas usulan yang harus diajukan ke MUSRENBANG desa dilihat dari seberapa penting usulan tersebut harus diajukan ke MUSRENBANG desa.

Menurut Kepala Desa Boto, peran perempuan dalam pembangunan di Desa Boto sudah mencapai sekitar 40%. Dalam pemerintahan Desa Boto sendiri terdapat tujuh dusun, yang tiga diantaranya merupakan kepala dusun perempuan. Anggota perangkat desa sudah sesuai dengan SOTK diluar ketujuh kepala dusun, terdapat lima orang yang satu diantaranya adalah perempuan. Dilihat dari data diatas, pemerintah Desa Boto memiliki total 12 perangkat desa, yang diantaranya adalah tujuh kadus dan lima orang perangkat desa lainnya. Dalam BPD Desa Boto sendiri, sudah terdapat anggota-anggota perempuan lebih dari 30% dari semua anggotanya dan anggota-anggota perempuannya memiliki kredibelitas dalam melakukan tugas-tugasnya.

Menurut Kepala Desa Boto, perempuan merupakan tiang agama dan tiang negara. Jadi dalam Desa Boto, perempuan diberikan peran yang besar dalam banyak hal. Perempuan di Desa Boto memiliki banyak program untuk pembangunan manusia seperti pengajian, Pos Pelayan Terpadu (Posyandu), kelas ibu hamil. Di Desa Boto, terdapat komunitas yang bersinergi dengan bidan desa dengan tujuan utama mencegah adanya permasalahan pada ibu hamil dan balita, serta menjaga mereka dalam keadaan yang baik. Program ini bernama Maternal and Infant Mortality Meeting (M3) yang merupakan program pertemuan yang digagas bersama, dengan target, bagaimana mengupayakan ibu dan anak terutama yang dalam kandungan dalam keadaan baik.

Komunitas ini setiap bulan mengadakan kelas ibu hamil yang dipantau langsung oleh bidan desa, kemudian diperiksa keadaannya apakah termasuk risiko tinggi dalam mengandung atau tidak. Di Desa Boto sendiri juga terdapat Posyandu Lansia yang dijalankan oleh kader-kader posyandu yang mayoritas adalah warga perempuan. Setiap dusun di Desa Boto juga melakukan pengajian rutin yang dilakukan oleh warga perempuan guna memenuhi kebutuhan batin atau rohani.

Menurut Siti Fatimah selaku Ketua PKK Desa Boto mengatakan bahwa PKK di Desa Boto sendiri berjalan aktif. Hal ini dikarenakan PKK memiliki kader-kader sehingga kegiatan PKK berjalan dengan baik. Kegiatan di Desa Boto juga banyak didukung oleh kegiatan kader PKK dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah menanam tanaman toga, memberikan pemahaman kepada warga agar tidak melakukan BAB sembarangan, memberikan pemahaman kebiasaan cuci tangan kepada anak-anak, mengelola dan mengatur kegiatan dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK) dan mengkoordinir kegiatan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) yang didukung oleh kader-kader PKK.

PKK di Desa Boto tidak dibatasi ruang geraknya oleh Kepala Desa, bahkan Kepala Desa mendukung setiap kegiatan yang dijalankan oleh PKK. Pada tahun 2016, PKK diberi anggaran sekitar 30 juta untuk membeli komputer dan printer untuk membuat SPJ. PKK kegiatannya mencakup pengadaan kader-kader Posyandu, Desa Siaga, kelas ibu hamil. Kegiatan ini sudah termasuk anggaran yang disediakan untuk PKK. Di Desa Boto sendiri juga terdapat posyandu lansia yang kegiatannya berupa mengukur berat badan orang-orang lansia dan senam lansia yang dilaksanakan sebulan sekali. Lalu terdapat program penanaman tanaman toga yang diperlukan bagi kebutuhan sehari-hari. Lalu terdapat program yang dinamakan “Ambulan Desa” yaitu penggunaan mobil warga Desa Boto untuk keadaan darurat dalam mengantarkan pasien. Warga yang memiliki mobil didata sehingga jika sewaktu-waktu memerlukan mobil dalam keadaan darurat bisa digunakan. PKK juga menggerakan warga perempuan desa Boto untuk melakukan berbagai kegiatan, salah satunya perempuan ikut melakukan kerja bakti.

Perempuan di Desa Boto, terutama setiap kepala dusunnya, jika ada kegiatan desa selalu mengikuti, seperti pawai, pembangunan, membersihkan makam, dan lain sebagainya. Kepala dusun sendiri menurut Siti Fatimah, harus menggerakan warga untuk mengikuti kegiatan tersebut. Kepala dusun juga harus berperan aktif dalam mengayomi masyarakat.

 

3.7    Hambatan Yang Dihadapi Oleh Perempuan Di Desa Boto Dalam Hal Pembangunan Desa

Kendala yang dihadapi oleh warga perempuan di desa Boto dalam perannya membangun desa  adalah dimana ada beberapa program yang belum berjalan secara maksimal seperti program darah hidup yang bekerja sama dengan pihak puskemas. Program darah hidup adalah untuk mengetahui golongan darah warga Desa Boto. Hal ini tidak berjalan maksimal karena memerlukan dana dalam melakukan pengecekan darah dan sudah banyak agenda-agenda lain yang lebih diutamakan.

Sedangkan hambatan yang di alami oleh warga perempuan di desa Boto yang di wadahi dalam PKK sendiri adalah dimana warga perempuan yang ada di desa Boto masing kurang dalam partisipasinya mengikuti program-program pembangunan melalui kegiatan PKK. Selain itu juga terdapat program yanag diajukan tidak sepenuhnya terealisasikan seperti pasar di Dusun Krasak karena adanya keterbatasan dana desa sehingga harus diajukan ke tingkat kecamatan. Dari kurangnya partisipasi ini kegiatan PKK sendiri sedikit terhambat dalam pelaksanaanya, jadi di perlukan peraan aktif dari Ketua PKK dan jajarannya dalam meningkatkan partisipasi dari warga perempuan di desa Boto.

 

 

 

 

 

3.8    Analisis Peran Perempuan dalam Pembangunan Desa Boto

Berdasarkan data diatas dapat kita kerucutkan beberapa peran perempuan dalam pembangunan di Desa Boto tersebut seperti :

3.8.1        Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan

Dalam penjaringan aspirasi di Desa Boto sendiri, dibagi menjadi tiga kelompok yaitu salah satunya adalah Kelompok Perempuan, warga perempuan di Desa Boto diberikan kesempatan dalam Musyawarah Kelompok Perempuan (MKP) untuk memberikan usulan terhadap perencanaan pembangunan. Hal ini dikarenakan jika tidak diberi ruang dan waktu sendiri-sendiri, kelompok perempuan akan kalah oleh tokoh-tokoh yang mempunyai power di Desa Boto.

PKK, kader-kader posyandu, kelompok perempuan memiliki peranan dalam memberi masukan dan usulan kepada Kepala Desa Boto dalam memutuskan proses perencanaan pembangunan desa. Jadi usulan setiap dusun termasuk usulan dari unsur perempuan dikumpulkan kemudian dibawa ke desa untuk dipilih yang mana yang lebih diprioritaskan. Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (MUSRENBANG desa) di Desa Boto, terdapat utusan perempuan yang membawa usulan tadi. Jika dalam musyawarah desa ada enam perwakilan, tiga diantaranya adalah perempuan.

Hasil MUSRENBANG Desa Boto kemudian dibawa ke tingkat kecamatan. Perwakilan Desa Boto pada saat mengajukan usulan ke kecamatan sendiri adalah Kepala Desa, Ketua PKK dan juga terdapat perwakilan perempuan. Pada tahun 2015/2016, Sri Andrini ditugaskan untuk mewakili Desa Boto, karena Sri Andrini sendiri adalah Kepala Umum dan Perencanaan di Desa Boto. Di kecamatan, para perwakilan dari Desa Boto bertugas untuk memperjuangkan hasil usulan agar didanai di Kecamatan karena keterbatasan dana desa. Perwakilan Desa Boto di kecamatan juga harus melakukan lobby-lobby dan presentasi agar usulan dari Desa Boto mendapat ranking sehingga dapat didanai oleh kabupaten.

Ketua PKK merupakan salah satu perwakilan dari Desa Boto yang terdiri dari enam orang, tiga utusan tersebut diwakilkan oleh perempuan. Sebagai perwakilan Desa Boto di Kecamatan, mereka harus menyampaikan visi, misi dan tujuan kepentingannya dalam pembangunan yang akan dilakukan di Desa Boto, baik jangka panjang maupun jangka pendek.

Setelah tercapai usulan apa saja yang diajukan oleh Dusun Krasak, Amin selaku Kepala Dusun Krasak menyampaikan usulan tersebut pada saat MUSRENBANG desa untuk disampaikan alasan-alasan dan prioritasnya. Setelah dicapai kesepakatan setelah MUSRENBANG desa dilaksanakan, Kepala dusun menyampaikan hasil MUSRENBANG desa kepada warga dusun agar terjadi transparansi didalam masyarakat Desa Boto sendiri. Dusun Krasak sendiri menurut Amin Barokah pada saat MUSRENBANG desa terakhir mempunyai beberapaa usulan, yang berupa fisik merupakan pembangunan talud dan sudah terealisasi.

Menurut Kepala Desa Boto, peran perempuan dalam pembangunan di Desa Boto sudah mencapai sekitar 40%. Dalam pemerintahan Desa Boto sendiri terdapat tujuh dusun, yang tiga diantaranya merupakan kepala dusun perempuan. Anggota perangkat desa sudah sesuai dengan SOTK diluar ketujuh kepala dusun, terdapat lima orang yang satu diantaranya adalah perempuan. Dilihat dari data diatas, pemerintah Desa Boto memiliki total 12 perangkat desa, yang diantaranya adalah tujuh kadus dan lima orang perangkat desa lainnya. Dalam BPD Desa Boto sendiri, sudah terdapat anggota-anggota perempuan lebih dari 30% dari semua anggotanya dan anggota-anggota perempuannya memiliki kredibilitas dalam melakukan tugas-tugasnya.

Pada saat dilakukan MUSRENBANG, perwakilan dari PKK tetap dilibatkan dalam MUSRENBANG desa sehingga tetap ada perwakilan dari perempuan dalam kegiatan tersebut. Jadi diwajibkan 35% anggota yang hadir adalah unsur perempuan dalam MUSRENBANG dan mereka dapat mengajukan usul atau pendapat dalam MUSRENBANG.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bahwa perempuan di Desa Boto sudah berperan dalam pengambilan keputusan di Desa Boto.

3.8.2        Peran Perempuan dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa Boto

            Perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam pemberdayaan masyarakat Desa Boto, karena pada dasarnya jika perempuan tidak aktif dalam suatu pembangunan, maka desa tersebut akan tertinggal. Warga perempuan juga harus tahu prioritas pembangunan mana yang harus dilakukan dan penting untuk dilakukan dan ikut dalam pembangunan.

Pemberdayaan masyarakat Desa Boto dilakukan dengan  kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat misalnya pengembangan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) agar perempuan Desa Boto lebih produktif, sehingga mereka mendapatkan penghasilan tambahan. Selain itu, warga perempuan Desa Boto juga melakukan kegiatan sosial lainnya seperti pengajian, menyantuni anak yatim, menanam TOGA (Tanaman Obat Keluarga), dan lain sebagainya. Bentuk partisipasi perempuan Desa Boto yaitu ikut serta dalam pembangunan infrastruktur (jalan kampung), misalnya dalam membawa pasir atau material lain. Kemudian beberapa warga perempuan yang lain menyiapkan makanan sebagai sumber nutrisi, dan juga terlibat dalam pembangunan seperti pawai, pembangunan, membersihkan makam, dan lain sebagainya.

Pemberdayaan perempuan di Desa Boto tersebut dapat berguna untuk :

a)        Peningkatan Kemampuan Perempuan

Dengan adanya ruang yang diberikan kepada perempuan Desa Boto maka  perempuan Desa Boto bisa mengembangkan diri secara optimal melalui berbagai pelatihan yang dilaksanakan di Desa tersebut.

b)        Peningkatan Kedudukan Perempuan

MUSRENBANG desa dalam pengambilan keputusan yang melibatkan perempuan sebanyak 30% membuktikan bahwa perempuan memiliki posisi atau kedudukan dalam pengambilan keputusan suatu kebijakan.

c)        Peningkatan Kesejahteraan Perempuan

Dengan adanya pemberdayaan yang dilakukan maka para perempuan bisa memanfaatkan sumberdaya yang ada baik berupa sumberdaya alam atau modal fisik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.

d)       Peningkatan Kemandirian Perempuan

Dengan adanya kesempatan yang di berikan pada kaum perempuan maka diharapkan perempuan memiliki kepribadian, percaya diri, pendirian tidak bergantung kepada orang lain, mampu menentukan yang terbaik bagi dirinya, berani mengambil keputusan dan bertanggungjawab atas keputusannya, serta mengutamakan kebersamaan.

e)        Peningkatan Ketahanan Mental dan Spiritual

Berbagai kegiatan sosial yang dilakukan perempuan Desa Boto diantaranya pengajian dan menyantuni anak yatim, hal ini dapat mencerminkan bahwa para perempuan Desa Boto tidak hanya melakukan kegiatan yang berupa fisik tetapi juga melakukan kegiatan yang bersifat kerohanian.

 
BAB IV

PENUTUP 

A.      Kesimpulan

Dari hasil pembahasan mengenai Peran Perempuan dalam Pembangunan Desa di Desa Boto pada laporan diatas maka dapat disimpulkan bahwa peran perempuan dalam pembangunan desa sudah terlaksanakan dengan adanya bukti para perempuan di Desa Boto ini turut aktif dalam kegiatan-kegiatan desa, seperti MUSRENBANG desa, PKK dan kegiatan-kegiatan lainnya. Para perempuan di Desa Boto ini juga turut aktif dalam pengambilan keputusan, contohnya pada saat MUSRENBANG desa banyak warga perempuan yang turut serta dan juga turut mengajukan usulan. Dalam hal pemajuan perekonomian para warga perempuan mampu membuat kerajinan-kerajinan atau makanan hasil olahan sendiri atau home industry yang kemudian dapat dijual dan juga dapat dipamerkan kepada Dinas UMKM yang nantinya hasil kerajinan tadi dapat dipasarkan pada saat ada kegiatan pameran di tingkat Kabupaten.

Menurut Kepala Desa Boto, peran perempuan dalam pembangunan di Desa Boto sudah mencapai sekitar 40%. Dari peran perempuan yang mencapai sekitar 40% tersebut, ada 3 warga perempuan yang menjadi Kepala Dusun diantara 7 dusun yang terdapat di Desa Boto, dan dalam BPD Desa Boto sendiri, sudah terdapat anggota-anggota perempuan lebih dari 30% dari semua anggotanya dan anggota-anggota perempuannya memiliki kredibilitas dalam melakukan tugas-tugasnya. Jadi, para perempuan sudah berperan dalam pengambilan keputusan di Desa Boto.

 

B.       Saran

Untuk warga perempuan lainnya di Desa Boto seharusnya lebih aktif lagi dalam kegiatan-kegiatan pembangunan desa. Terutama dalam hal pengambilan keputusan, pada saat MUSRENBANG desa para perempuan turut serta dalam mengajukan usulan-usulan yang akan disampaikan agar dapat terealisasikan. Karena mengingat banyak usulan yang belum terealisasikan.

DAFTAR PUSTAKA

 

Fitria Damayanti, S.E.,M.M.. 2015. Peran Kepemimpinan Wanita dan

     Keterlibatanya dalam Bidang Politik di Indonesia. Jurnal. Fakultas Ilmu Sosial

     dan Ilmu Politik UNWIR Indramayu, Jurnal Aspirasi (Februari 2015), Vol. 5

     No.2

Indonesia. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014

     tentang Desa. UU RI Nomor 6 Tahun 2014

Sofiani, Triana. 2009. Membuka Ruang Partisipasi Perempuan dalam

     Pembangunan. Jurnal Muwazah, (Januari-Juni 2009), Vol. 1, No: 1 hal. 63-72

Ahdiah Indah. 2013. Peran-Peran Perempuan dalam Masyarakat. Jurnal

     Academica, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNTAD (Oktober 2013),

     Vol. 5 No.2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar