PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN DESA
( Studi Kasus : Desa Boto Kec.Bancak Kabupaten Semarang )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Undang-Undang
Dasar 1945 mengamanahkan secara tegas bahwa setiap warga negara Indonesia baik
laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang
sama untuk memperoleh penghidupan yang layak. Dalam konteks ini dapat diartikan
bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan untuk ikut serta dalam
program pembangunan secara proporsional. Namun pada kenyataannya posisi dan
peran perempuan dalam pembangunan masih termarginalkan. Implikasinya walaupun
dari segi kuantitas jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki, akan
tetapi secara kualitas lebih kecil daripada laki-laki.
Program
pembangunan seharusnya menjadi alat, bukan menjadi tujuan dalam rangka
pemenuhan hak-hak dasar warga negara, baik laki-laki maupun perempuan sehingga
kesetaraan antara keduanya bisa terwujud. Pengabaian peran perempuan telah
menempatkan posisi perempuan pada posisi yang lemah, misalnya dalam bidang
pendidikan ditambah dengan budaya yang tidak berpihak serta pemahaman tafsir
agama yang cenderung bias gender sehingga semakin menjadikan perempuan tersudut
dan memiliki posisi yang rentan. Peran perempuan dalam pembangunan desa
seringkali diragukan karena dianggap tidak layak dan tidak mampu.
Namun
seiring dengan perkembangan zaman, peran perempuan mulai diperhitungkan.
Terlebih sejak 10 tahun yang lalu, istilah “gender” telah memasuki setiap lini
masyarakat yang menyebabkan perubahan sosial. Istilah gender digunakan untuk menjelaskan
antara laki-laki dan perempuan. Keadaan peran dan status perempuan dewasa ini
lebih dipengaruhi oleh masa lampau, kultur, ideologi, dan praktek hidup
sehari-hari. Inilah yang menjadi kunci mengapa partisipasi perempuan dalam
kehidupan masyarakat dan bernegara mengalami kelemahan.
Pada
dasarnya peran perempuan dalam pembangunan merupakan hal yang penting karena
keterlibatan perempuan dalam kelembagaan desa (BKM) diharapkan akan memunculkan
kebijakan/keputusan yang peduli terhadap
pemenuhan kebutuhan perempuan. Perempuan yang
dilibatkan dalam
perencanaan dapat mengusulkan
kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas kebutuhan dasar perempuan yang
seringkali terlewatkan (terlupakan) ketika penyusun rencana kegiatan adalah
kaum laki-laki. Posisi perempuan dalam pembangunan seharusnya ditempatkan
sebagai partisipan ataupun subjek pembangunan bukan sebagai objek sebagaimana
yang terjadi selama ini.
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka masalah utama yang hendak diteliti adalah Peran perempuan dalam pembangunan desa studi
kasus Desa Boto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian
diatas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
peran perempuan Desa Boto dalam pembangunan desa?
2. Seberapa
besar ruang yang diberikan Pemerintah Desa Boto kepada perempuan ?
3. Apa
saja hambatan yang dihadapi oleh perempuan di Desa Boto dalam hal pembangunan
desa?
1.3
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang dapat disampaikan antara
lain :
1. Mengetahui
peran perempuan Desa Boto dalam pembangunan desa.
2. Mengetahui
seberapa besar ruang yang diberikan Pemerintah Desa Boto kepada perempuan.
3. Mengetahui
apa saja hambatan yang dihadapi oleh perempuan di Desa Boto dalam hal
pembangunan desa
1.4
Metode
Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif. Dimana metode ini dilakukan dengan teknik wawancara.
1.
Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Boto,
Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang dengan berfokus pada setiap dusun. Peneliti
dalam melakukan penelitian yaitu tiga minggu yang lalu (26 Februari – 11 Maret
2017).
2.
Teknik Pengumpulan Data
a. Data
Primer
Data
primer dalam penelitian ini terdiri dari data yang diperoleh langsung dari
narasumber dengan mangajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan dalam bentuk
wawancara. Data primer juga diperoleh dari pengamatan langsung atau observasi
yang kemudian dicatat atau direkam.
b. Data
Sekunder
Data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari studi pustaka yang bersumber dari
karya ilmiah, jurnal, media online dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan
topik yang diteliti.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Kajian
pustaka merupakan penelitian atau kajian terdahulu yang berkaitan dengan
permasalahan yang hendak diteliti. Kajian pustaka berfungsi sebagai
perbandingan dan tambahan informasi terhadap penelitian yang hendak dilakukan.
Berdasarkan
pengamatan kepustakaan yang penulis lakukan, kajian mengenai Peran perempuan dalam pembangunan desa studi
kasus Desa Boto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang belum ada yang mengkaji.
Dalam
UU Nomor 6 tahun 2014, berdasarkan pada Pasal 26 ayat (4) poin e. dijelaskan
bahwa “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa
berkewajiban: e. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender.”
Dalam
UU Nomor 6 tahun 2014, berdasarkan pada Pasal 68 ayat (1) poin c dijelaskan
bahwa “Masyarakat desa berhak: c. Menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat
lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan
pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa,
dan pemberdayaan masyarakat desa”.
Menurut
Sofiani (2009: 64), posisi perempuan dalam pembangunan memang seharusnya
ditempatkan sebagai partisipan atau subjek pembangunan bukan sebagai objek
sebagaimana yang terjadi selama ini. Realitas menunjukan bahwa posisi perempuan
masih sebagai objek pembangunan, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain: pertama, masih kuatnya faktor sosial dan budaya patriarki
yang menempatkan laki-laki dan perempuan dalam posisi beda; kedua, masih
banyak perundang-undangan, kebijakan dan program pembangunan yang belum peka
gender; ketiga, kurang adanya sosialisasi ketentuan hukum yang
menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan secara menyeluruh; keempat,
belum adanya kesadaran gender di kalangan para perencana dan pengambil
keputusan; kelima, belum lengkapnya data pilah yang memaparkan posisi
perempuan dan laki-laki secara jelas dalam bidang pembangunan di semua
departemen; keenam, belum maksimalnya kesadaran, kemauan dan konsistensi
perempuan itu sendiri dan; ketujuh, kurangnya pengetahuan perempuan
terhadap tujuan dan arah pembangunan, sehingga perempuan kurang respon, masa
bodoh atau menolak secara tidak langsung dari program-program pembangunan.
Menurut
H.A.W. dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa : Desa
adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli
berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Menurut peraturan Pemerintah
No 72 Tahun 2005 Tentang Desa Pasal 1 adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Menurut
Siagian ( 2004) memberikan pengertian tentang Pembangunan sebagai “ Suatu usaha
atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan
secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah, menuju modernitas dalam
rangka pembinaan bangsa ( Nation Building).
Sedangkan Ginanjar Kartasasmita ( 1994) memberikan pengertian yang lebih
sederhana yaitu sebagai “ suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui
upaya yang dilakukan secara terencana.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Deskripsi
Desa Penelitian
A. Sejarah
Desa Boto
Konon
pada zaman dahulu, ada seseorang yang dianggap sebagai tokoh yang memiliki
pengaruh besar di suatu perkampungan yang masih dipenuhi pohon-pohon. Beliau
bernama Mbah Kasban yang tinggal bersama beberapa orang yang pada saat itu menghuni
hutan tersebut. Pada suatu waktu, di tanah Mbah Kasban saat itu ada tumpukan
bata atau boto yang konon akan digunakan Mbah Kasban untuk membangun sesuatu.
Bata atau boto tersebut berada disana cukup lama.
Setelah
beberapa lama kemudian penduduk di kampung tersebut semakin banyak dan perlu
adanya sistem pengaturan pemerintahan. Kemudian orang-orang yang dianggap
memiliki pengaruh berkumpul untuk memberikan nama kampung tersebut. Untuk lebih
mempermudah mengingatnya disepakati bahwa tumpukan bata/boto tersebut dijadikan
tenger atau tanda awal dibangunnya pemerintahan desa. Sehingga tercipta suatu
desa yang damai dan tenteram dengan nama Desa Boto yang pertama kali dipimpin oleh
Mbah Sodor yang tinggal di Desa Boto.
1.
Sejarah Pemerintahan Desa Boto
Secara
de jure Pemerintahan Desa Boto mulai dipimpin oleh H. Abdul Latif, namun
konon sebelumnya terdapat legenda bahwa telah ada pengaturan desa secara
sederhana kala itu, yang diawali kepemimpinan Mbah Sodor Boto dengan juru tulis
Den Kromo. Berikut perjalanan legenda yang didapat dari berbagai sumber:
1. Mbah
Demang Sodor asal Boto juru tulis bernama Den Kromo
2. Mbah
Demang Resodipo asal Boto juru tulis bernama Den Kromo.
3. Mbah
Demang Kertoyudo asal Gunung Kendal untuk nama cariknya belum diketahui.
Berikut perjalanan
sejarah pemerintahan desa Boto secara dejure :
1.
Kepala desa atau lurah
H. Abdul Latif asal Krasak (1860-1917). Sekretaris desa / carik belum diketahui.
2.
Kepala desa atau lurah
H. Yunus berasal dari Krasak (1917-1937). Sekretaris desa atau cariknya yang
bernama Harjo, kemudian tugasnya dilanjutkan oleh H. Mahfud Al Subari.
3.
Kepala desa atau lurah
H. Mahfud Al Subari berasal dari Krasak (1937-1973). Sekretaris desa / cariknya
bernama H. Abdullah, kemudian sepeninggal H. Abdullah sekretaris desa /
cariknya dilanjutkan oleh Yasmin Amat Salam.
4.
Kepala desa atau lurah
Sunarti Berasal dari Krasak (1974-2007).
5.
Kepala Desa atau Lurah
Sjaichul Hadi S.Pt berasal dari Krasak (2008- sekarang ).
3.2 Kondisi
Geografis
Desa
Boto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang. Luas Kabupaten Semarang secara
keseluruhan sebesar 950,2067 km2 atau sekitar 2,92% dari luas
Kecamatan Bancak yang secara administratif terdiri dari tujuh dusun. Secara
administratif letak geografis Desa Boto dibatasi oleh enam desa pada
sisi-sisinya. Disisi barat, Wilayah Desa Boto berbatasan dengan wilayah
administrasi Desa Wonokerto dan Desa Sendang, disisi selatan berbatasan dengan
Desa Banding dengan Pucung, sementara disisi timur wilayah Desa Boto berbatasan
dengan Wilayah Desa Rejosari dan Desa Jlumpang dan sebelah utara berbatasan
dengan Desa Bancak.
3.3
Struktur
Desa
1.
Struktur Organisasi dan
Tata Kerja (SOTK)
Kepala
Desa Boto: Sjaichul Hadi,
S. Pt
Kepala
Dusun Krasak: Amin Barokah Y.
Kepala
Dusun Gg. Kendil: Suyatno
Kepala
Dusun Sembung: Sugiharto
Kepala
Dusun Klumpit: Drs. Hambali
Kepala
Dusun Penggung: Siti Fatimah (Ketua
PKK)
Kepala
Dusun Kemiri: Sofiyatun
Kepala
Dusun Boto: Sunarto
2.
Seksi-Seksi
Ka. Keuangan: Supriyadi
Ka. Umum &
Perencanaan: Sri Andrini
Ka. Pelayanan: Samsuri
Ka. Pemerintahan: Subadri
Ka. Kesra: Asruri
3.4
Gambaran
Peran Perempuan Desa Boto Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan, peneliti melihat bahwa peran perempuan di Desa Boto,
Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang sudah berperan aktif. Hal itu dibuktikan
dengan banyaknya kegiatan - kegiatan yang dilakukan oleh para perempuan
misalnya PKK yang memiliki banyak program diantaranya pengajian, posyandu,
kelas ibu hamil dan sebagainya. Kegiatan PKK ini banyak memperoleh penghargaan
diantaranya mendapatkan kategori tertib administrasi terbaik di Kabupaten
Semarang. Selain itu, mereka juga terlibat dalam kerja bakti pembangunan
infrastuktur berupa jalan desa dan jalan kampung.
3.5
Peran
Perempuan dalam Pembangunan Desa Boto
Menurut
Sjaichul Hadi yang menjabat sebagai Kepala Desa Boto, sejak tahun 2005, Desa
Boto memiliki Progam Program Pengembangan Kecamatan Mandiri (PPK Mandiri). Pada
tahun 2007, terdapat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaaan (PNPM MD). Dalam Program PNPM MD ini pemerintah memberikan pemahaman
bahwa sekarang ini paradigma yang
digunakan tidak lagi “Bangun Desa” tetapi menggunakan paradigma
“Desa Membangun” bagi semua desa. Salah satu prinsip dari paradigma baru “Desa Membangun”
yaitu Dari, Oleh, dan Untuk Masyarakat (DOM) dari proses pembangunan. PPK
Mandiri dan PNPM Mandiri memberikan variasi bagi Desa Boto untuk berproses dan
berupaya untuk mengakomodasi berbagai elemen masyarakat. Meskipun program-program
tersebut dijalankan
hanya sampai tahun 2014, namun pemerintah desa Boto menjadikan
program-program tersebut sebagai pembelajaran dan dijalankan sampai sekarang.
Proses perencanaan
pembangunan di Desa Boto melibatkan masyarakat
secara aktif atau
partisipatif. Di Desa Boto sendiri diadakan Tilikan
Dusun setiap tahun. Pemerintah
Desa, Badan Permusyawarahan Desa (BPD) dan Perangkat Desa melakukan blusukan
ke dusun untuk menjaring aspirasi dari masyarakat desa. Dalam penjaringan
aspirasi di Desa Boto sendiri, dibagi menjadi tiga kelompok: Pertama, Kelompok
Perempuan, warga perempuan di Desa Boto diberikan kesempatan dalam Musyawarah
Kelompok Perempuan (MKP) untuk memberikan usulan terhadap perencanaan
pembangunan. Kedua, Kelompok Masyarakat Miskin, yang diberikan kesempatan dalam Musyawarah untuk memberi masukan dalam
perencanaan pembangunan. Ketiga, Kelompok campuran. Ketiga kelompok ini
diberikan waktu sendiri-sendiri dalam memberikan aspirasi kepada Pemerintah
Desa Boto. Hal ini dikarenakan jika tidak diberi ruang dan waktu
sendiri-sendiri, kelompok perempuan akan kalah oleh tokoh-tokoh yang mempunyai power di Desa Boto.
Di Desa Boto, pembangunan tidak hanya berupa fisik, tetapi juga non fisik. Contohnya dalam bentuk pemberdayaan
dari PKK, kelompok perempuan, posyandu dan sebagainya. Unsur-unsur perempuan ini
memiliki peranan dalam memberi
masukan dan usulan kepada Kepala Desa Boto dalam memutuskan proses perencanaan
pembangunan desa. Jadi
usulan setiap dusun termasuk usulan
dari unsur perempuan dikumpulkan kemudian dibawa ke
desa untuk dipilih yang mana yang lebih diprioritaskan. Dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa (MUSRENBANG desa) di Desa Boto, terdapat utusan perempuan yang
membawa usulan tadi. Jika dalam musyawarah desa ada enam perwakilan, tiga
diantaranya adalah perempuan. Tidak hanya utusan yang membawa usulan dari dusun yang boleh hadir dalam MUSRENBANG
desa, setiap warga yang ingin mengikuti MUSRENBANG Desa Boto juga diperbolehkan
oleh pemerintah desa. Dalam MUSRENBANG Desa Boto, juga terdapat perwakilan dari partai politik, Karang
Taruna, Perangkat Desa, perwakilan RT/RW.
Setelah diputuskan dalam musyawarah, nantinya
pelaksanaan program tersebut
juga dilakukan oleh
masyarakat Desa Boto.
Proses
pembangunan di Desa Boto selalu menggiatkan partisipasi dari masyarakat. Karena pada prinsipnya,
semua proses pembangunan desa sendiri dilakukan untuk kebaikan masyarakat Desa Boto. Skala prioritas MUSRENBANG
di Desa Boto sendiri mengutamakan pembangunan yang ada di Desa Boto. Karena
yang dibutuhkan masyarakat sendiri adalah pembangunan jalan, pengurusan
sertifikat, serta bantuan
untuk merehab rumah warga.
Hasil MUSRENBANG Desa Boto kemudian dibawa ke
tingkat kecamatan. Perwakilan
Desa Boto pada saat mengajukan usulan ke kecamatan sendiri adalah Kepala Desa.
Banyak
pengaruh dari kegiatan yang dilakukan oleh PKK karena kegiatannya tersebut
melakukan pelatihan dan penyuluhan bagi warga perempuan sehingga warga
perempuan Desa Boto memiliki beberapa keahlian seperti menjahit, membuat
jajanan tradisional, pengelolaan limbah plastik. Hal ini memberikan bekal bagi
warga perempuan dalam melakukan kegiatan ekonomi, contohnya adalah terdapat
warga perempuan dengan membuat usaha pembuatan keripik. PKK juga mengadakan lomba-lomba
pada saat perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus.
Pada
saat dilakukan MUSRENBANG, perwakilan dari PKK tetap dilibatkan dalam MUSRENBANG
desa sehingga tetap ada perwakilan dari perempuan dalam kegiatan tersebut. Jadi
diwajibkan 35% anggota yang hadir adalah unsur perempuan dalam MUSRENBANG dan
mereka dapat mengajukan usul atau pendapat dalam MUSRENBANG. Contohnya dalam
PNPM Mandiri, pihak PKK mengusulkan menambah peralatan posyandu sehingga
pendapat perempuan tetap didengar dalam MUSRENBANG.
3.6
Ruang
yang diberikan Pemerintah Desa Boto kepada perempuan
Dalam
pengambilan keputusan didesa Boto
sendiri, Peran perempuan sangat diutamakan dimana dalam Musyawarah Rencana
Pembangunan desa (MUSRENBANG) dimulai dalam tingkat dusun dimana warga perempuan
dapat memberikan usulan pada saat musyawarah di tingkat dusun. Contohnya
menurut Amin Barokah selaku Kepala Dusun Krasak yang juga merupakan salah satu
kepala dusun perempuan di Desa Boto, menjelaskan bahwa masyarakat Dusun Krasak,
warga perempuan banyak menyampaikan ide-ide maupun prioritas-prioritas
pembangunan yang akan diajukan oleh Dusun Krasak sendiri. Contohnya adalah
pengajuan untuk merawat alat kesenian jawa yang diusulkan oleh salah satu warga
perempuan di Dusun Krasak.
Setelah
tercapai usulan apa saja yang diajukan oleh Dusun Krasak, Amin selaku Kepala
Dusun Krasak menyampaikan usulan tersebut pada saat MUSRENBANG desa untuk
disampaikan alasan-alasan dan prioritasnya. Setelah dicapai kesepakatan setelah MUSRENBANG
desa dilaksanakan, kepala dusun menyampaikan hasil MUSRENBANG desa kepada warga
dusun agar terjadi transparansi didalam masyarakat Desa Boto sendiri. Menurut
Amin, biasanya warga yang hadir dalam MUSRENBANG desa merupakan perwakilan yang
diundang secara resmi tetapi jika masyarakat ingin mengetahui hasil MUSRENBANG
desa secara langsung, masyarakat diperbolehkan mengikuti pelaksanaan MUSRENBANG
desa meskipun tidak aktif didalam forum dan hanya sekedar mendengarkan saja.
Dusun
Krasak sendiri menurut Amin Barokah pada saat MUSRENBANG desa terakhir
mempunyai beberapa usulan, yang berupa fisik merupakan pembangunan talud dan
sudah terealisasi. Dari segi ekonomi adalah kios pasar. Pasar ini tidak
dibiayai oleh ADD sehingga usulan tersebut dibawa ke MUSRENBANG di tingkat
Kecamatan. Dusun Krasak sendiri juga lebih memfokuskan ke pertanian melalui
pengajuan bibit, dan irigasi. Dari kesehatan, Dusun Krasak juga mengajukan dana
sehat dan desa siaga yang ditujukan untuk membantu orang-orang yang sakit atau
membutuhkan pertolongan.
Dalam hal ini Desa
Boto sudah memberikan kesempatan bagi warga perempuan dalam pengambilan
keputusan. Usulan perempuan dalam MUSRENBANG di Desa Boto sudah banyak yang berjalan
seperti PMT, kelas ibu hamil, pelatihan menjahit dari PNPM Mandiri, pelatihan
kader Posyandu. Yang sampai saat ini masih berjalan adalah program kelas ibu
hamil dan pelatihan kader Posyandu.
Perempuan
harus berperan aktif dalam setiap
pembangunan di Desa Boto karena menurut Kepala Desa Boto sendiri, jika
perempuan tidak aktif dalam suatu pembangunan, maka pembangunan di desa bisa
tertinggal. Warga perempuan di Desa Boto juga turut aktif dalam kegiatan kerja
bakti. Warga perempuan sendiri juga harus tahu prioritas pembangunan mana yang
harus dilakukan dan penting untuk dilakukan dan ikut dalam pembangunan.
Pada
tahun 2015/2016, Sri Andrini selaku ketua seksi umum dan perencanaan di utus
untuk mengikuti MUSRENBANG kecamatan bersama ketua PKK dan Sekretaris PKK
sebagai perwakilan dari kaum perempuan di Desa Boto. Para perwakilan dari Desa
Boto ini mereka harus menyampaikan visi, misi dan tujuan kepentingannya dalam
pembangunan yang akan dilakukan di Desa Boto, baik jangka panjang maupun jangka
pendek. Untuk tahun 2017 serta bertugas untuk memperjuangkan hasil usulan agar
didanai di Kecamatan karena keterbatasan dana desa. Perwakilan Desa Boto di
kecamatan juga harus melakukan lobby-lobby dan presentasi agar usulan
dari Desa Boto mendapat ranking sehingga dapat didanai oleh kabupaten
Tahun
ini dusun lain juga mengajukan usulan di bidang kesenian, seperti rebana,
sementara Dusun Krasak sendiri mengajukan pengadaan fasilitas penunjang dalam
kegiatan Drum Band, karena kelompok drum band tersebut sudah
dirintis sejak dua tahun yang lalu dan sudah sering tampil di acara-acara
seperti peresmian proyek kecamatan dan lain sebagainya. Usulan dari Dusun
Krasak sudah banyak terealisasikan dari hasil MUSRENBANG desa, contohnya yaitu
pembangunan jalan kampung yang dapat menghubungkan Desa Boto ke desa lainnya. Usulan
terakhir adalah jalan yang dapat menghubungkan ke SD, saluran sidu, sedangkan
dibidang pertanian adalah benih padi, pupuk berimbang. Salah satu usulan yang
diajukan adalah pembangunan sumur gali yang ditempatkan disawah. Dusun Krasak
sendiri melihat prioritas usulan yang harus diajukan ke MUSRENBANG desa dilihat
dari seberapa penting usulan tersebut harus diajukan ke MUSRENBANG desa.
Menurut Kepala Desa Boto, peran perempuan dalam pembangunan
di Desa Boto sudah mencapai sekitar
40%. Dalam pemerintahan Desa Boto sendiri terdapat tujuh dusun, yang tiga
diantaranya merupakan kepala
dusun perempuan. Anggota perangkat
desa sudah sesuai dengan SOTK diluar ketujuh kepala dusun, terdapat lima orang
yang satu diantaranya adalah perempuan. Dilihat dari data diatas, pemerintah
Desa Boto memiliki total 12 perangkat desa, yang diantaranya adalah tujuh kadus
dan lima orang perangkat desa lainnya. Dalam BPD Desa Boto sendiri, sudah
terdapat anggota-anggota perempuan lebih dari 30% dari semua anggotanya dan
anggota-anggota perempuannya memiliki kredibelitas dalam melakukan
tugas-tugasnya.
Menurut Kepala Desa Boto, perempuan merupakan
tiang agama dan tiang negara. Jadi dalam Desa Boto, perempuan diberikan peran yang besar dalam
banyak hal. Perempuan
di Desa Boto memiliki banyak program untuk pembangunan manusia seperti pengajian, Pos
Pelayan Terpadu (Posyandu), kelas ibu hamil. Di Desa
Boto, terdapat komunitas yang
bersinergi dengan bidan desa dengan
tujuan utama mencegah adanya permasalahan pada ibu hamil dan balita, serta menjaga mereka dalam keadaan yang baik.
Program ini bernama Maternal
and Infant Mortality Meeting (M3) yang merupakan program
pertemuan yang digagas bersama, dengan
target,
bagaimana mengupayakan ibu dan
anak terutama yang dalam kandungan dalam keadaan baik.
Komunitas
ini setiap bulan mengadakan kelas ibu hamil yang dipantau langsung oleh bidan
desa, kemudian diperiksa keadaannya apakah termasuk risiko tinggi dalam
mengandung atau tidak. Di Desa Boto sendiri juga terdapat Posyandu
Lansia yang dijalankan oleh kader-kader posyandu yang mayoritas adalah warga perempuan.
Setiap dusun di Desa Boto juga melakukan
pengajian rutin yang dilakukan oleh
warga perempuan guna memenuhi kebutuhan batin atau rohani.
Menurut
Siti Fatimah selaku Ketua PKK Desa Boto mengatakan bahwa PKK di Desa Boto sendiri berjalan aktif. Hal ini dikarenakan PKK memiliki
kader-kader sehingga kegiatan PKK berjalan dengan baik. Kegiatan di Desa Boto
juga banyak didukung oleh kegiatan kader PKK dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya adalah menanam tanaman toga, memberikan pemahaman kepada warga agar
tidak melakukan BAB sembarangan, memberikan pemahaman kebiasaan cuci tangan
kepada anak-anak, mengelola dan mengatur kegiatan dalam Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK) dan mengkoordinir kegiatan Taman Pendidikan
Al-Quran (TPA) yang didukung oleh kader-kader PKK.
PKK
di Desa Boto tidak dibatasi ruang geraknya oleh Kepala Desa, bahkan Kepala Desa
mendukung setiap kegiatan yang dijalankan oleh PKK. Pada tahun 2016, PKK diberi
anggaran sekitar 30 juta untuk membeli komputer dan printer untuk
membuat SPJ. PKK kegiatannya mencakup pengadaan kader-kader Posyandu, Desa
Siaga, kelas ibu hamil. Kegiatan ini sudah termasuk anggaran yang disediakan
untuk PKK. Di Desa Boto sendiri juga terdapat posyandu lansia yang kegiatannya
berupa mengukur berat badan orang-orang lansia dan senam lansia yang
dilaksanakan sebulan sekali. Lalu terdapat program penanaman tanaman toga yang
diperlukan bagi kebutuhan sehari-hari. Lalu terdapat program yang dinamakan
“Ambulan Desa” yaitu penggunaan mobil warga Desa Boto untuk keadaan darurat
dalam mengantarkan pasien. Warga yang memiliki mobil didata sehingga jika
sewaktu-waktu memerlukan mobil dalam keadaan darurat bisa digunakan. PKK juga menggerakan warga perempuan desa Boto untuk
melakukan berbagai kegiatan, salah satunya perempuan ikut melakukan kerja bakti.
Perempuan
di Desa Boto, terutama setiap kepala
dusunnya, jika ada kegiatan desa selalu mengikuti, seperti pawai, pembangunan,
membersihkan makam, dan lain sebagainya.
Kepala dusun sendiri menurut
Siti Fatimah, harus
menggerakan warga untuk mengikuti kegiatan tersebut. Kepala dusun juga harus
berperan aktif dalam mengayomi masyarakat.
3.7
Hambatan
Yang Dihadapi Oleh Perempuan Di Desa Boto Dalam Hal Pembangunan Desa
Kendala
yang dihadapi oleh warga perempuan di desa Boto dalam perannya membangun
desa adalah dimana ada beberapa program
yang belum berjalan secara maksimal seperti program darah hidup yang bekerja
sama dengan pihak puskemas. Program darah hidup adalah untuk mengetahui
golongan darah warga Desa Boto. Hal ini tidak berjalan maksimal karena
memerlukan dana dalam melakukan pengecekan darah dan sudah banyak agenda-agenda lain
yang lebih diutamakan.
Sedangkan hambatan yang di alami oleh
warga perempuan di desa Boto yang di wadahi dalam PKK sendiri adalah dimana
warga perempuan yang ada di desa Boto masing kurang dalam partisipasinya
mengikuti program-program pembangunan melalui kegiatan PKK. Selain itu juga
terdapat program yanag diajukan tidak sepenuhnya terealisasikan seperti pasar
di Dusun Krasak karena adanya keterbatasan dana desa sehingga harus diajukan ke
tingkat kecamatan. Dari kurangnya
partisipasi ini kegiatan PKK sendiri sedikit terhambat dalam pelaksanaanya,
jadi di perlukan peraan aktif dari Ketua PKK dan jajarannya dalam meningkatkan
partisipasi dari warga perempuan di desa Boto.
3.8
Analisis
Peran Perempuan dalam Pembangunan Desa Boto
Berdasarkan data diatas dapat kita kerucutkan
beberapa peran perempuan dalam pembangunan di Desa Boto tersebut seperti :
3.8.1
Peran
Perempuan dalam Pengambilan Keputusan
Dalam
penjaringan aspirasi di Desa Boto sendiri, dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
salah satunya adalah Kelompok Perempuan, warga perempuan di Desa Boto diberikan
kesempatan dalam Musyawarah Kelompok Perempuan (MKP) untuk memberikan usulan
terhadap perencanaan pembangunan. Hal ini dikarenakan jika tidak diberi ruang
dan waktu sendiri-sendiri, kelompok perempuan akan kalah oleh tokoh-tokoh yang
mempunyai power di Desa Boto.
PKK,
kader-kader posyandu, kelompok
perempuan memiliki peranan dalam memberi masukan dan usulan kepada Kepala Desa Boto dalam memutuskan proses perencanaan
pembangunan desa. Jadi
usulan setiap dusun termasuk usulan
dari unsur perempuan dikumpulkan kemudian dibawa ke
desa untuk dipilih yang mana yang lebih diprioritaskan. Dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa (MUSRENBANG desa) di Desa Boto, terdapat utusan perempuan yang
membawa usulan tadi. Jika dalam musyawarah desa ada enam perwakilan, tiga
diantaranya adalah perempuan.
Hasil MUSRENBANG Desa Boto kemudian dibawa ke
tingkat kecamatan. Perwakilan
Desa Boto pada saat mengajukan usulan ke kecamatan sendiri adalah Kepala Desa,
Ketua PKK dan juga terdapat perwakilan perempuan. Pada tahun 2015/2016, Sri
Andrini ditugaskan untuk mewakili Desa Boto, karena Sri Andrini sendiri adalah
Kepala Umum dan Perencanaan di Desa Boto. Di kecamatan, para perwakilan dari
Desa Boto bertugas untuk memperjuangkan hasil usulan agar didanai di Kecamatan
karena keterbatasan dana desa.
Perwakilan
Desa Boto di kecamatan juga harus melakukan lobby-lobby dan presentasi
agar usulan dari Desa Boto mendapat ranking sehingga dapat didanai oleh
kabupaten.
Ketua
PKK merupakan salah satu perwakilan dari Desa Boto yang terdiri dari enam
orang, tiga utusan tersebut diwakilkan oleh perempuan. Sebagai perwakilan Desa
Boto di Kecamatan, mereka harus menyampaikan visi, misi dan tujuan
kepentingannya dalam pembangunan yang akan dilakukan di Desa Boto, baik jangka
panjang maupun jangka pendek.
Setelah
tercapai usulan apa saja yang diajukan oleh Dusun Krasak, Amin selaku Kepala
Dusun Krasak menyampaikan usulan tersebut pada saat MUSRENBANG desa untuk
disampaikan alasan-alasan dan prioritasnya. Setelah dicapai kesepakatan setelah
MUSRENBANG desa dilaksanakan, Kepala dusun menyampaikan hasil MUSRENBANG desa
kepada warga dusun agar terjadi transparansi didalam masyarakat Desa Boto
sendiri. Dusun Krasak sendiri menurut Amin Barokah pada saat MUSRENBANG desa
terakhir mempunyai beberapaa usulan, yang berupa fisik merupakan pembangunan
talud dan sudah terealisasi.
Menurut Kepala Desa Boto, peran perempuan dalam pembangunan
di Desa Boto sudah mencapai sekitar
40%. Dalam pemerintahan Desa Boto sendiri terdapat tujuh dusun, yang tiga
diantaranya merupakan kepala
dusun perempuan. Anggota perangkat
desa sudah sesuai dengan SOTK diluar ketujuh kepala dusun, terdapat lima orang
yang satu diantaranya adalah perempuan. Dilihat dari data diatas, pemerintah Desa
Boto memiliki total 12 perangkat desa, yang diantaranya adalah tujuh kadus dan
lima orang perangkat desa lainnya. Dalam BPD Desa Boto sendiri, sudah terdapat
anggota-anggota perempuan lebih dari 30% dari semua anggotanya dan
anggota-anggota perempuannya memiliki kredibilitas dalam melakukan
tugas-tugasnya.
Pada
saat dilakukan MUSRENBANG, perwakilan dari PKK tetap dilibatkan dalam MUSRENBANG
desa sehingga tetap ada perwakilan dari perempuan dalam kegiatan tersebut. Jadi
diwajibkan 35% anggota yang hadir adalah unsur perempuan dalam MUSRENBANG dan
mereka dapat mengajukan usul atau pendapat dalam MUSRENBANG.
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bahwa perempuan di Desa Boto sudah
berperan dalam pengambilan keputusan di Desa Boto.
3.8.2
Peran Perempuan dalam
Pemberdayaan Masyarakat Desa Boto
Perempuan memiliki peran yang sangat
penting dalam pemberdayaan masyarakat Desa Boto, karena pada dasarnya jika
perempuan tidak aktif dalam suatu pembangunan, maka desa tersebut akan
tertinggal. Warga perempuan juga harus tahu prioritas pembangunan mana yang
harus dilakukan dan penting untuk dilakukan dan ikut dalam pembangunan.
Pemberdayaan
masyarakat Desa Boto dilakukan dengan
kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat misalnya pengembangan UMKM
(Usaha Mikro Kecil dan Menengah) agar perempuan Desa Boto lebih produktif,
sehingga mereka mendapatkan penghasilan tambahan. Selain itu, warga perempuan
Desa Boto juga melakukan kegiatan sosial lainnya seperti pengajian, menyantuni
anak yatim, menanam TOGA (Tanaman Obat Keluarga), dan lain sebagainya. Bentuk
partisipasi perempuan Desa Boto yaitu ikut serta dalam pembangunan
infrastruktur (jalan kampung), misalnya dalam membawa pasir atau material lain.
Kemudian beberapa warga perempuan yang lain menyiapkan makanan sebagai sumber
nutrisi, dan juga terlibat dalam pembangunan seperti pawai, pembangunan,
membersihkan makam, dan lain sebagainya.
Pemberdayaan perempuan
di Desa Boto tersebut dapat berguna untuk :
a)
Peningkatan Kemampuan Perempuan
Dengan adanya ruang
yang diberikan kepada perempuan Desa Boto maka
perempuan Desa Boto bisa mengembangkan diri secara optimal melalui
berbagai pelatihan yang dilaksanakan di Desa tersebut.
b)
Peningkatan Kedudukan Perempuan
MUSRENBANG
desa dalam pengambilan keputusan yang melibatkan perempuan sebanyak 30%
membuktikan bahwa perempuan memiliki posisi atau kedudukan dalam pengambilan
keputusan suatu kebijakan.
c)
Peningkatan
Kesejahteraan Perempuan
Dengan
adanya pemberdayaan yang dilakukan maka para perempuan bisa memanfaatkan
sumberdaya yang ada baik berupa sumberdaya alam atau modal fisik sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
d)
Peningkatan Kemandirian
Perempuan
Dengan
adanya kesempatan yang di berikan pada kaum perempuan maka diharapkan perempuan
memiliki kepribadian, percaya diri, pendirian tidak bergantung kepada orang
lain, mampu menentukan yang terbaik bagi dirinya, berani mengambil keputusan
dan bertanggungjawab atas keputusannya, serta mengutamakan kebersamaan.
e)
Peningkatan Ketahanan
Mental dan Spiritual
Berbagai
kegiatan sosial yang dilakukan perempuan Desa Boto diantaranya pengajian dan
menyantuni anak yatim, hal ini dapat mencerminkan bahwa para perempuan Desa
Boto tidak hanya melakukan kegiatan yang berupa fisik tetapi juga melakukan
kegiatan yang bersifat kerohanian.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
hasil pembahasan mengenai Peran Perempuan
dalam Pembangunan Desa di Desa Boto pada laporan diatas maka dapat disimpulkan bahwa peran perempuan dalam pembangunan
desa sudah terlaksanakan dengan adanya bukti para perempuan di Desa Boto ini
turut aktif dalam kegiatan-kegiatan desa, seperti MUSRENBANG desa, PKK dan
kegiatan-kegiatan lainnya. Para perempuan di Desa Boto ini juga turut aktif
dalam pengambilan keputusan, contohnya pada saat MUSRENBANG desa banyak warga perempuan
yang turut serta dan juga turut mengajukan usulan. Dalam hal pemajuan
perekonomian para warga perempuan mampu membuat kerajinan-kerajinan atau
makanan hasil olahan sendiri atau home
industry yang kemudian dapat dijual dan juga dapat dipamerkan kepada Dinas
UMKM yang nantinya hasil kerajinan tadi dapat dipasarkan pada saat ada kegiatan
pameran di tingkat Kabupaten.
Menurut
Kepala Desa Boto, peran perempuan dalam pembangunan di Desa Boto sudah mencapai
sekitar 40%. Dari peran perempuan yang mencapai sekitar 40% tersebut, ada 3
warga perempuan yang menjadi Kepala Dusun diantara 7 dusun yang terdapat di
Desa Boto, dan dalam BPD Desa Boto sendiri, sudah terdapat anggota-anggota
perempuan lebih dari 30% dari semua anggotanya dan anggota-anggota perempuannya
memiliki kredibilitas dalam melakukan tugas-tugasnya. Jadi, para perempuan
sudah berperan dalam pengambilan keputusan di Desa Boto.
B.
Saran
Untuk
warga perempuan lainnya di Desa Boto seharusnya lebih aktif lagi dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan desa. Terutama dalam hal pengambilan keputusan, pada saat MUSRENBANG
desa para perempuan turut serta dalam mengajukan usulan-usulan yang akan
disampaikan agar dapat terealisasikan. Karena mengingat banyak usulan yang
belum terealisasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Fitria
Damayanti, S.E.,M.M.. 2015. Peran
Kepemimpinan Wanita dan
Keterlibatanya
dalam Bidang Politik di Indonesia. Jurnal.
Fakultas Ilmu Sosial
dan
Ilmu Politik UNWIR Indramayu, Jurnal Aspirasi (Februari 2015), Vol. 5
No.2
Indonesia. 2014. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa. UU RI Nomor 6 Tahun 2014
Sofiani, Triana. 2009. Membuka Ruang Partisipasi Perempuan dalam
Pembangunan.
Jurnal Muwazah, (Januari-Juni 2009), Vol. 1, No: 1 hal. 63-72
Ahdiah Indah. 2013. Peran-Peran Perempuan dalam Masyarakat.
Jurnal
Academica, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNTAD (Oktober 2013),
Vol. 5 No.2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar